JAKARTA (voa-islam.com)—Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, KH Ma’ruf Amin menilai masjid tidak bisa dilabeli sebagai tempat radikalisme. Hal ini menanggapi hasil penelitian Lembaga Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) dan Rumah Kebangsaan yang menyebutkan sebanyak 41 dari 100 masjid kantor pemerintahan di Jakarta terindikasi paham radikal.
“Bukannya masjid yang radikal. Masjid itu hanya lembaga,” tegas Kyai Ma’ruf ketika ditemui Voa Islam di kantor MUI Pusat, Jalan Proklamasi, Jakarta Pusat baru-baru ini.
Dikatakan Kyai Ma’ruf, yang patut diawasi dan dikendalikan bukan masjidnya, melainkan pengisi atau penceramahnya. “Jadi pengisi di masjid itu yang harus dikendalikan,” ujar Kyai Ma’ruf.
Kyai Ma’ruf tak memungkiri jika ada penceramah yang memanfaatkan masjid untuk menyebar paham radikal.
Mengenai definisi radikal, Kyai Ma’ruf berpendapat, “Apa yang sudah disepakati dengan cara-cara kekerasan, mengubah kesepakatan yang sudah dicapai. Ingin diubah. Cara mengubahnya dengan cara yang keras, nah itu radikal.”
Kyai Ma’ruf mengingatkan agar masayarakat kembali merajut persaudaraan. Apalagi menjelang pemilihan presiden dan legislatif yang berpotensi terjadinya konflik dan juga memanfaatkan masjid untuk politik praktis. Tak hanya masjid, ia juga meminta rumah ibadah lainnya menjaga persaudaraan.
“Ya bisa dipolitisasi masjid. Masjid bisa digunakan.Ya pokoknya semua saja arahnya ke sana, ya harus dicegah. Saya kira kesejukan, kedamaian, tema kita sekarang. Membangun kembali persaudaaraan. Masalah politik, pilkada, pilpres, pileg tidak mendorong kita menjadi ada permusuhan,” ungkap Kyai Ma’ruf.* [Syaf/voa-islam.com]