JAKARTA (voa-islam.com), Kemandirian ekonomi umat menjadi tema kunci Tasyakuran Milad MUI ke-43, pada 26 Juli 2018. Hal itu merupakan amanat Munas MUI 2015 di Surabaya dan pesan kuat Kongres Ekonomi Umat di Jakarta, April 2017, bertema Arus Baru Ekonomi Indonesia, yang diselenggarakan MUI.
Sebagai lanjutan upaya menggerakkan kemandirian ekonomi umat, pada Tasyakuran Milad MUI ke-43 ini, dilangsungkan peletakan baru pertama pembangunan Menara MUI, oleh Presiden RI, Ir. H. Joko Widodo dan Ketua Umum MUI, Prof. Dr. KH. Ma’ruf Amin.
Sumber dana pembangunan Menara MUI dioptimalkan dari kekuatan ekonomi umat, yang dikelola oleh Lembaga Wakaf MUI. Ke depan, kantor MUI tidak lagi pinjam pakai dari Kementerian Agama, tetapi menempati gedung sendiri secara mandiri.
“Jangan bicara kemandirian umat, kalau MUI-nya sendiri enggak mandiri. Ini sebagai dakwah bil hal kepada umat, ayo kita sama-sama mandiri. MUI melakukan gerakan awal untuk menunjukkan kita mandiri. Azam (tekad) mandiri itu sudah kita mulai,” kata Dr. Ir. Lukmanul Hakim, Ketua MUI Bidang Ekonomi, yang juga Ketua Panitia Tasyakuran Milad MUI ke-43.
Pembangunan gedung dilakukan investor. “Seratus persen dana pembangunan sudah siap,” kata Lukman. MUI membeli Menara ini dengan dana yang berasal dari wakaf, infak, sedekah, dan skema reksadana syariah. “Pembangunan ditargetkan selesai sebelum Munas MUI 2020. Insya Allah Munas MUI nanti sudah bisa dilaksanakan di Menara MUI,” ujar Lukman.
Gedung terdiri 20 lantai. Tiga lantai paling bawah tersambung dengan dua tower sebelah Menara MUI --Safa Tower dan Marwa Tower—sebagai area bisnis produk halal, kuliner halal, bisnis syariah, dan fashion Islami. Perkantoran yang akan dipakai sebanyak 4-5 lantai. Dua belas lantai sisanya akan disewakan untuk perkantoran.
Nilai bangunan Menara MUI yang seluas 15 ribu meter persegi ini Rp. 600 milyar. Ditargetkan lunas dibeli MUI dalam 5 tahun. Per tahun perlu pengumpulan dana Rp. 120 milyar. Per bulan Rp. 10 milyar. “Sampai sehari sebelum Peletakan Batu Pertama, Alhamdulillah, sudah ada komitmen sumbangan dari lima pihak masing-masing Rp. 1 milyar,” kata Lukman.
Kantor MUI mandiri yang lebih memadai terasa makin dibutuhkan. “Hari demi hari, tuntutan kepada MUI semakin besar. Frekuensi kegiatan dan program MUI semakin meningkat. Itu membutuhkan ruang kantor yang lebih luas, representatif, yang mengakomodasi semua kebutuhan MU. MUI mempunyai 12 komisi dan 10 lembaga. Masih ada lagi pimpinan harian. Ada Dewan Pertimbangan. Itu membutuhkan ruang kantor yang cukup besar, apabila organisasi ingin maksimal dan produktif,” kata Rofiqul Umam Ahmad, Wakil Sekjen MUI, yang juga Sekretaris Panitia Tasyakuran Mulad MUI ke-43.
Selain sebagai kantor mandiri MUI, Menara MUI juga dikembangkan secara produktif untuk perkantoran komersial, sentra kuliner halal, dan pusat bisnis syariah.
Menara MUI adalah gedung perkantoran modern yang dibangun dalam kawasan terintegrasi Eureka Township. Kawasan Niaga terpadu ini dikembangkan di atas lahan 18 Ha, terdiri perkantoran, apartemen, pusat kuliner, pusat perbelanjaan, hotel, convention center, dan fasilitas penunjang lainnya.
Berada di Jalan Raya Hankam, Bambu Apus, Jakarta Timur. Tak jauh dari bandara Halim Perdana Kusuma, dekat tol Jagorawi, JORR, dan terintegrasi dengan jalur bus Trans Jakarta.
Gedung Menara MUI berada dalam kawasan Islami, berdampingan dengan apartemen Safa-Marwa, yang berkonsep Muslim-Friendly Premium Residence, Supermarket Halal, Pusat Makanan Halal (Halal Food Gallery), dan berdekatan dengan Muslim Fashion Mall, Muslim-Friendly Hotel, masjid besar, fasilitas latihan manasik haji, dan sebagainya.
Dengan lingkungan demikian, Menara MUI akan menjadi ikon utama Kawasan Niaga Terpadu bernuansa Islami. Dalam membangun Menara MUI, MUI bekerja sama dengan PT Prima Jaringan, sebagai kontraktor, dan PT Asia Raya Kapital, yang mengelola Reksadana Syariah.
“Pengembangnya PT Prima Jaringan. Investornya PT Asia Raya Kapital. MUI sudah melakukan MoU. Status tanah sudah selesai. Dikuasai oleh PT Prima Jaringan.
MUI akan membeli secara bertahap setingkat demi setingkat, sesuai jumlah wakaf yang diperoleh,” kata Rofiqul yang juga ahli hukum ini. (bil/voa-islam)