DONGGALA (voa-islam.com), Tahir syarif tidak menyangka, rutinitas doa yang dia lakukan di pinggir laut kali ini mengancam keselamatan nyawanya. Tahir selaku penjaga cagar budaya masjid Al Amien di pinggir pantai desa Wani 2, Kab. Donggala, Sulawesi Tengah, kerap berdoa di pinggir laut mendoakan para ulama yang sudah meninggal dan kuburnya banyak di pinggir pantai.
Tapi kali ini, tak lama Tahir berdoa, air pantai desa Wani itu tiba-tiba surut, melihat air laut surut, Tahir menyadari secepatnya bahwa itu adalah tanda-tanda tsunami. Reflek, ia berusaha berlari dari pinggir pantai. Namun nahas, gelombang air laut dengan cepat menghantam Tahir, hingga ia terjerembab di pasir. Entah bagaimana, Tahir yang hampir putus asa, merasa punya harapan baru, ketika ada kekuatan yang menarik tangannya, ia akhirnya bisa bertahan dari hantaman ombak dan tarikan gelombang air.
"Seperti ada yang pegang tangan saya, saya langsung merayap dan merangkak ke arah jalan pemukiman sambil teriak ada tsunami.. Ada tsunami," ceritanya kepada voa-islam.
Dalam pantauan voa-islam, sebelum menyentuh bibir pantai, pantai masih dipisahkan oleh bangunan barisan rumah. Lalu ada barisan-barisan rumah lagi dipisahkan oleh gang atau jalan setapak. Saat Tahir berteriak memperingatkan datangnya tsunami, ombak yang menghantam pantai adalah gelombang pertama.
Saudara dari Tahir yang berada di atas rumah panggung kuno terjebak di lantai atas, hingga harus melompat dari atas rumah. "Saudara saya berhasil melompat dan selamat, tapi tangannya patah," ungkapnya.
Hingga, setelah itu, gelombang kedua tsunami yang cukup besar menghantam semua pemukiman di pinggir pantai Wani, menghancurkan banyak rumah penduduk, hanya menyisakan beberapa rumah dan masjid Al-Amien serta kuburan Habib Agiel Al-Mahdali, salah seorang dai asal Yaman yang berdakwah dan mengislamkan wilayah Donggala.
"Masjid kondisinya masih baik, hanya saja sebelun dibersihkan masjid sangat kotor dengan tumpukan puing," tutur Tahir.
Namun, cagar budaya berupa rumah kuno tidak tersisa, hancur rata dengan tanah. Rumah berusia ratusan tahun itu tidak kuat menahan terjangan gelombang kedua tsunami. Tak hanya menghancurkan bangunan, tsunami di pantai Wani juga merenggut banyak nyawa warga sekitar, termasuk kerabat dari Tahir.
"Keponakan saya meninggal karena tsunami," ujarnya.
Meski situasi sulit, Tahir tetap setia menjaga dan mengurus masjid Al-Amien yang turut dikelola oleh dinas pariwisata setempat itu. Tahir juga nampak lancar menceritakan sejarah dan banyak hal soal sejarah masjid kuno dan awal dakwah islam di bumi Donggala.
"Masjid ini didirikan oleh Syarifah Aisyah bintu Yahya Al Mahdali, cucu dari Syaikh Agiel Al Mahdali, datang dari Yaman, yang pertama kaki sebarkan Islam di sini," cerita Tahir kepada voa-islam.
Tahir berharap, banyak pihak yang mau membantu masjid, dirinya, serta warga sekitar yang terkena dampak gempa.
"Tolong kabari, agar masjid di bantu juga kalai ada datang bantuan," ucap Tahir menitip haraoan kepada voa-islam dna rombongan. (bil/voa-islam)