JAKARTA (voa-islam.com) - Masih rancunya pemahaman sekelompok orang terhadap bendera Tauhid yang berlafazkan kalimat Laa Ilaha Ilallah Muhammadarusullah, dianggap sebagai bendera kelompok Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang sudah dibubarkan pemerintah, membuat Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat perlu membahas persoalan ini lebih detail.
"Nanti akan kita diskusikan kalau memang ke depan memerlukan sebuah bimbingan tertulis, Majelis Ulama Indonesia akan minta komisi fatwa untuk mempelajarinya supaya nanti tidak akan ada kesalahan lagi," ujar Wakil Ketua MUI Pusat, Prof Dr Yunahar Ilyas, Lc, MAg kepada voa-islam.com, Selasa siang di Gedung MUI, usai konpers terkait pembakaran bendera Tauhid di Garut.
Yunahar menegaskan bahwa dari banyak referensi dan rujukan memang Rasulullah itu mempunyai dua bendera, satu yang berlatar belakang hitam disebut Ar-Rayah dan satu lagi berlatar belakang putih disebut Al-Liwa. Namun yang jadi permasalahan saat ini adalah bendera seperti itu dipakai oleh kelompok tertentu kemudian menjadi simbol mereka.
"Di sini lah muncul masalahnya. Jadi kedepannya kita berharap bahkan mungkin kita akan membicarakan hal ini lebih luas secara internasional supaya dua simbol ini tidak dipakai oleh kelompok tertentu, partai tertentu. Kalaupun dipakai, seharusnya desain hurufnya (khat) atau warnanya bisa berbeda, seperti bendera Saudi," ungkap Yunahar yang juga petinggi PP Muhammadiyyah ini.
Lebih lanjut Yunahar menyatakan bahwa akibat sangat miripnya bendera Tauhid Rasulullah dengan bendera yang sering diusung serta dikampanyekan oleh Hizbut Tahrir Indonesia, berdampak pada kelompok yang anti HTI merasa yang mereka bakar adalah bendera HTI.
"Padahal faktanya yang dibakar itu bendera Tauhid bukan bendera HTI karena di bendera yang dibakar tersebut tidak ada tulisan HTI nya," pungkas Yunahar.[fq/voa-islam.com]