BANTEN, INDONESIA (voa-islam.com) - Tim penyelamat hari Senin (24/12/2018) berlomba mencari orang yang selamat setelah tsunami yang dipicu gunung berapi menewaskan sedikitnya 281 orang.
Tim penyelamat menggunakan tangan kosong, penggali, dan peralatan berat lainnya untuk mengangkut puing-puing dari daerah yang dilanda bencana di pesisir pantai Selat Sunda, sementara ribuan orang diungsikan ke tempat yang lebih tinggi.
Tsunami dahsyat menghantam tanpa peringatan pada Sabtu malam, menyapu pantai-pantai resor populer di Banten dan Lampung selatan dan membanjiri hotel-hotel wisata dan pemukiman di pesisir.
Juru bicara Badan Nasional Penanggulangan Bencana Sutopo Purwo Nugroho mengatakan lebih dari 1.000 orang terluka dan korban jiwa "akan terus meningkat".
Ratusan bangunan hancur oleh gelombang yang menyebabkan atap baja ringsek, kayu dan puing-puing diseret ke daratan di pantai Carita, tempat wisata populer di pantai barat Jawa.
"Militer dan polisi sedang mencari reruntuhan untuk melihat apakah kami dapat menemukan lebih banyak korban," kata Dody Ruswandi, seorang pejabat senior di badan bencana,menambahkan bahwa upaya penyelamatan kemungkinan akan berlangsung sepekan.
Ini merupakan adalah bencana alam besar ketiga yang menyerang Indonesia dalam waktu enam bulan, setelah serangkaian gempa bumi dahsyat di pulau Lombok pada bulan Juli dan Agustus dan gempa-tsunami pada bulan September yang menewaskan sekitar 2.200 orang di Palu di pulau Sulawesi, dengan ribuan lainnya hilang dan diperkirakan tewas.
Indonesia adalah salah satu negara yang paling rawan bencana di Bumi karena posisinya mengangkangi apa yang disebut Cincin Api Pasifik, tempat lempeng tektonik bertabrakan.
Meskipun relatif jarang, letusan gunung berapi bawah laut dapat menyebabkan tsunami karena perpindahan air atau kemiringan lereng yang tiba-tiba, menurut Pusat Informasi Tsunami Internasional.
Menurut lembaga geologi Indonesia, Anak Krakatau telah menunjukkan tanda-tanda aktivitas tinggi selama berhari-hari, memuntahkan gumpalan abu ribuan meter ke udara.
Para ahli mengatakan tsunami Sabtu kemungkinan dipicu oleh tanah longsor bawah air besar-besaran menyusul letusan gunung berapi Anak Krakatau di Selat Sunda.
Resiko Tsunami lain
Tidak seperti yang disebabkan oleh gempa bumi, yang memicu sistem peringatan, tsunami semacam itu memberi sedikit waktu kepada pihak berwenang untuk memperingatkan penduduk tentang ancaman yang akan datang.
"Itu terjadi sangat cepat," kata Ade Junaedi, salah seorang korban yang selamat.
"Saya sedang ngobrol dengan seorang tamu di tempat kami ketika istri membuka pintu dan dia tiba-tiba berteriak panik. Saya pikir ada kebakaran, tetapi ketika aku berjalan ke pintu aku melihat air datang."
Richard Teeuw, seorang ahli geohazard dari University of Portsmouth di Inggris, mengatakan letusan dan tanah longsor mungkin telah mengguncang gunung berapi, mempertinggi risiko tsunami lain.
"Kemungkinan tsunami lebih lanjut di Selat Sunda akan tetap tinggi sementara gunung berapi Anak Krakatau sedang melalui fase aktif saat ini karena itu mungkin memicu tanah longsor bawah laut lebih lanjut," kata Teeuw sebagaimana dilansir AFP.
Anak Krakatau, yang membentuk sebuah pulau kecil di Selat Sunda antara Jawa dan Sumatra, muncul sekitar tahun 1928 di kawah yang ditinggalkan oleh Krakatau, yang letusan dahsyatnya pada tahun 1883 menewaskan sedikitnya 36.000 orang dan mempengaruhi pola cuaca global selama bertahun-tahun.
Anak Krakatau adalah salah satu dari 127 gunung berapi aktif yang membentang sepanjang kepulauan Indonesia. (st/AFP)