JAKARTA (voa-islam.com) - Pernyataan mantan kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Hendro Priyono bahwa bahwa Pemilu 2019 adalah pertarungan ideologi antara Pancasila dan khilafah telah menuai polemik di tengah masyarakat. Bahkan Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) sampai membahas hal tersebut dengan menuangkannya dalam sebuah taushiyah.
Dalam masalah ini Dewan Pertimbangan MUI menghimbau agar paslon presiden-wapres menghindari penggunaan isu keagamaan seperti penyebutan khilafah karena itu merupakan bentuk politisasi agama yg bersifat pejoratif (menjelekkan).
"Walaupun di Indonesia khilafah sebagai lembaga politik tidak diterima luas, namun khilafah yang disebut dalam Al-Quran adalah ajaran Islam yang mulia (manusia mengemban misi menjadi Wakil Tuhan di Bumi/ khalifatullah fil ardh)," kata isi taushiyah Dewan Pertimbangan MUI yang ditandatangani oleh ketuanya Prof. Dr. M. Din Syamsuddin, Jumat kemarin.
Dewan Pertimbangan MUI juga menegaskan agar tidak mempertentangkan khilafah dengan Pancasila karena hal tersebut identik dengan mempertentangkan Negara Islam dengan Negara Pancasila, yang sesungguhnya sudah lama selesai dengan penegasan Negara Pancasila sebagai Darul Ahdi was Syahadah (Negara Kesepakatan dan Kesaksian).
"Upaya mempertentangkannya (khilafah vs Pancasila) merupakan upaya membuka luka lama dan dapat menyinggung perasaan umat Islam," kata Din.
Lebih lanjut Din menyatakan bahwa menisbatkan sesuatu yang di dianggap Anti Pancasila terhadap suatu kelompok adalah labelisasi dan generalisasi (mengebyah-uyah) yang itu berbahaya dan dapat menciptakan suasana perpecahan di tubuh bangsa.
Din juga mengimbau segenap keluarga bangsa agar jangan terpengaruh apalagi terprovokasi dengan pikiran-pikiran yang tidak relevan dan kondusif bagi penciptaan Pemilu/Pilpres damai, berkualitas, berkeadilan, dan berkeadaban.[fq/voa-islam.com]