BANYAK MLM yang menjual produknya sekaligus peluang bisnis. Kalian beli sekian, harga sekian, sekaligus terdaftar sebagai mitra usaha. Bisa dapat penghasilan kami bisa bantu penjualan produk tersebut. Tapi apakah peluang ini layak diambil? Itulah pertanyaan yang terungkap dalam buku “!001 Dusta Paytren Yusuf Mansur” yang ditulis oleh Darso Arief Bakuama.
Dalam kata pengantarnya, buku ini bersumber dari situs bahasbisnis.com dan group facebook Masyarakat Anti Ponzi (MAP) dan beberapa sumber lainnya. Buku ini didedikasikan sebagai bentuk edukasi bagi masyarakat yang anti moneygame, dan menjadi pembelajaran terhadap masyarakat yang belum mengenal moneygame.
Di Indonesia, money game adalah istilah untuk praktek arisan berantai. Istilah lainnya skema ponzi atau skema piramida. Apapun istilahnya, ciri khas dari money game adalah ‘membutuhkan orang lain untuk menyetorkan uang untuk membayar orang lain yang telah menjadi anggota lebih dulu.
Berbagai bentuk penyetoran uang dalam money game, diantaranya, dalam bentuk investasi. Contoh yang pernah heboh adalah kasus Pandawa Group dan Koperasi Langit Biru, Koperasi Cipaganti dan CSI.
Money game juga ada yang dalam bentuk setor murni, tanpa embel-embel investasi lainnya. Lalu ada dalam bentuk pembelian keagenan (contoh: Wandermind, DNI dan Paytren). Kemudian dalam bentuk pembelian produk, seperti Azaria.
Money game membutuhkan lebih banyak orang yang setor uang. Karena kalau jumlah orang sama, anggota lama tidak mendapat keuntungan. Misalnya 10 orang masuk pertama, setor ke penyelenggara money game. Kalau kemudian hanya 10 orang lagi yang masuk, setor ke 10 orang yang masuk duluan, maka tak ada untung bagi orang yang masuk duluan. Harus lebih banyak. Kalau pun jumlah orang yang masuk tetap, modal yang disetor harus lebih banyak lagi.
Money Game Dilarang
Mengapa Money game dilarang? Menurut penulis Darso Arief, karena money game pasti bubar, sebab money game selalu membutuhkan anggota baru yang lebih dari waktu ke waktu, yang akhirnya sulit terpenuhi, karena orang yang berminat pasti ada batasnya. Kalaupun semua orang berminat, jumlah orang ada batasnya. Pada suatu titik pasti mentok.
“Pada saat bubar, orang yang masuk belakangan akan rugi. Sudah setor uang, tapi uang tak bisa kembali karena tak ada lagi anggota baru.”
Tingkat kerugian peserta money game memang berbeda-beda. Yang paling mengerikan adalah money game dalam bentuk investasi seperti Pandawa Group dan Koperasi Langit Biru. Orang bisa rugi puluhan juta, ratusan juta bahkan milyaran.
Untuk money game dalam bentuk keagenan dan pembelian barang, kerugian relatif tak seberapa, tapi tetap merupakan suatu kecurangan. Dan untuk semua money game berlaku hitungan yang sama: Jumlah yang rugi akan jauh lebih banyak dari yang untung.
Money game itu bentuk kejahatan yang memanfaatkan jumlah orang yang berlimpah ruah di masa modern ini. Bahkan di negara paling kapitalis pun money game dilarang keras. Prinsip money game adalah siapa cepat dia dapat, yang terlambat jangan berharap.
Ada dua Undang-undang yang melarang money game, yakni: Undang-undang Perbankan No. 10 untuk money game dalam bentuk investasi, dan Undang-undang Perdagangan No.7 dalam untuk money game dalam bentuk pembelian barang.
Sayangnya, undang-undang di Indonesia belum dijabarkan dalam peraturan yang lebih rinci. UU Perbankan terkait pengumpulan dana pun masih diperdebatkan, apakah bisa dikenakan kepada pihak non-perbankan atau hanya pada lembaga perbankan.
Contoh lain dalam UU No 7 tentang perdagangan, hanya melarang adanya komisi dari pendaftaran anggota baru, bukan dari hasil penjualan produk. Penyelenggara money game punya seribu akal bulus untuk terhindar dari jeratan UU kalau bunyinya hanya seperti itu tanpa aturan tambahan. Selama ini penyelenggara money game pura-pura jualan produk, dan menyamarkan komisi pendaftaran dengan komisi produk. Ini praktek terbanyak yang dilakukan penyelenggara money game.
Di negara maju seperti Amerika dan negara-negara Eropa, segala celah untuk munculnya money game habis-habisan ditutup. Terutama untuk MLM yang selalu jadi wadah kedok money game.
So, kalau perusahaan lebih fokus pada perekrutan anggota ketimbang jualan produk, itu money game. Dan kalau produk lebih banyak dibeli oleh orang yang mau masuk jaringan, bukan pengguna biasa, itu money game.* [Res]