View Full Version
Selasa, 25 Jun 2019

Literasi dan Keislaman

JAKARTA (voa-islam.com)- Secara garis besar studi perkembangan literatur keislaman di Indonesia menunjukkan dua potret penting. Pertama, produksi literatur keagamaan Islam berkembang secara dinamis seiring dengan makin bervariasinya konten yang disajikan. Kedua, banyak penulis yang memproduksi wacana keagamaan Islam tidak memiliki otoritas keilmuan yang memadai.

Pada Tahun 2016, Central Connecticut State University mempublikasikan risetnya yang bertajuk World's Most Literate Nations (WMLRN).  Indonesia berada di posisi kedua terbawah alias di urutan 60 dari 61 negara, tepat satu tingkat di atas Botswana. Indonesia kalah dari negara-negara lain di Asia Tenggara seperti Thailand di posisi 59, Malaysia di posisi 53, atau Singapura di posisi 36.

Hingga posisi 20 besar, negara-negara Barat dengan ekonominya yang telah mapan masih mendominasi.

Riset Literatur

Berbeda dengan sebelum era 1990-an kalangan aktivis dan pembaca  Muslim (khususnya kaum muda) yang biasa membaca literatur-literatur ideolog Islamis, pada generasi millenial ini lebih suka mengakses pengetahuan keislaman dari karya-karya yang ditulis oleh para penulis Muslim Indonesia yang mengapropriasi ide-ide Islamis dan selanjutnya meramu, mengartikulasi dan mengemas ide-ide Islamis tersebut ke dalam budaya pop seperti tulisan populer, novel dan komik. [Najib Kailani; 2017]

Berdasarkan Riset Tim Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2017, ditemukan lima corak pembaca dengan urutan volume sebagai berikut:, pertama Islamisme Populer, kedua Tarbawi, ketiga Salafi, keempat Tahriri dan kelima Jihadi.

Kontektualisasi Program

Pengembangan literasi dan kepustakaan di lingkungan umat Islam menjadi hal penting dan strategis dalam pembinaan dan pengembangan masyarakat, mengingat Indonesia adalah negara berpenduduk mayoritas Muslim. Salah satu bentuknya adalah pendirian dan penyelenggaraan perpustakaan masjid sebagai sarana belajar masyarakat sekaligus sarana peningkatan minat baca dan kemampuan literasi masyarakat Islam, baik literasi dasar, literasi informasi, maupun literasi keagamaan. Bentuk lainnya dari pengembangan kepustakaan Islam adalah pengendalian mutu buku-buku yang beredar di tengah masyarakat.

Peran Ditjen Bimas Islam

Dalam konteks ini Kementerian Agama RI bertanggung jawab untuk mengembangkan tata aturan atau ketentuan legal (regulasi) tentang penyelenggaraan sistem kepustakaan dan perpustakaan di lingkungan umat Islam, termasuk organisasi kemasyarakatan Islam.

Dalam Peraturan Menteri Agama (PMA) No. 42 tahun 2016 disebutkan bahwa tugas dan fungsi Kementerian Agama RI dalam pengelolaan kepustakaan Islam adalah merumuskan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, kriteria bimbingan teknis, dan evaluasi di bidang kepustakaan ini.

Dua Pedoman Ditjen Bimas Islam: Pada Tahun 2018 lalu, Ditjen Bimas Islam telah berhasil merumuskan dua bentuk Pedoman:

   1. Pedoman Standar Mutu Penilaian Kepustakaan Islam

   2. Pedoman Pengelolaan Perpustakaan Masjid

Dengan lahirnya dua bentuk pedoman tersebut, maka fungsi yang melekat pada Subdit Kepustakaan Islam, yaitu Fungsi Pustaka Islam dan Fungsi Pengendalian Mutu Buku serta Naskah Keagamaan Islam masing-masing akan memiliki payung regulasi yang akan menaungi.  Sehingga dalam implementasi kebijakan dari pusat hingga daerah akan berjalan lebih efektif dan maksimal.

*Dirjen Bimas Islam Kemenag RI, Muhammadiyah Amin


latestnews

View Full Version