SURAKARTA (voa-islam.com)—Sejumlah tokoh pemikir Islam mendeklarasikan berdirinya Partai Indonesia Beradab (Parida), Jumat (5/7/2019).
Dalam keterangan pres resmi yang dimuat Parida.id dijelaskan bahwa deklarasi bertepatan dengan 60 tahun keluarnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Juru bicara Parida, Ir Arif Wibowo mengatakan sebetulnya Parida telah berdiri pada 17 Ramadhan 1440 H/21 Mei 2019 bertempat di Jakarta.
“Telah diluncurkan sebuah partai politik bernama Partai Indonesia Beradab, disingkat Parida,” ujar Arif.
Arif mengungkapkan pimpinan sementara Parida akan melengkapi syarat-syarat legal sebagaimana lazimnya satu partai politik di Indonesia, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
“Berdirinya partai ini dilandasi dengan niat untuk beribadah kepada Allah SWT, dengan dorongan kewajiban kifayah untuk melanjutkan amanah perjuangan para ulama di Nusantara. Kami berharap, semoga Allah SWT meridhoi amal perbuatan kami, dan kami mampu menjaga keikhlasan niat dalam berjuang,” ungkap Arif.
Untuk kepengurusan diangkat sebagai Presiden Parida Dr. Nirwan Syafrin Manurung. Nirwan yang lahir di Tanjung Balai Sumatera Utara pada 18 September 1972 saat ini menjabat sebagai Wakil Rektor Universitas Ibn Khaldun Bogor.
Nirwan selama ini dikenal sebagai pakar pemikiran Islam dan pemikiran kontemporer. Ia menyelesaikan doktornya di International Islamic University Malaysia (IIUM) tahun 2010, dengan disertasi berjudul : “A Critique of Reason in Contemporary Arab Philosopical Discourse with Special Reference to Muhammad Abid al Jabiri”.
Seperti kebanyakan kaum intelektual muslim, Dr. NIrwan sebenarnya enggan terjun dalam dunia politik. Tapi, karena didesak oleh para sahabatnya, maka ia bersedia memimpin Parida, dengan harapan ingin turut andil membangun dunia politik yang diwarnai dengan gagasan-gagasan ilmiah dan akhlak mulia.
Kemudian Dr. H. Tiar Anwar Bahtiar diangkat sebagai Ketua Dewan Pakar Parida. Tiar sudah dikenal luas sebagai salah seorang sejarawan dan penulis cukup produktif di Indonesia. Tahun 2018, bukunya yang berjudul Pertarungan Pemikiran Islam di Indonesia menyabet penghargaan buku terbaik dalam Islamic Book Fair (IBF) 2018 di Jakarta untuk kategori buku ilmiah (non-fiksi) tahun 2015, Tiar menyelesaikan program doktornya dalam Ilmu Sejarah di Universitas Indonesia. Alumnus Pesantren Persatuan Islam 19 Bentar Garut tahun 1997 ini kemudian melanjutkan kuliahnya di Jurusan Sejarah Universitas Padjajaran. Pengalaman organisasinya, pernah menjadi Pemimpin Redaksi Jurnal Mahasiswa Pyramid (1999-2000), Direktur Konsorium Jatinangor Peduli (2000-2002), dan Ketua Umum HMI Cabang Jatinangor (2002-2003), dosen di STAI Persis Garut, juga pernah menjadi Ketua PP Pemuda Persatuan Islam.
Berbagai tulisannya tersebar di berbagai media massa seperti Kompas, Republika, Hikmah, Risalah, Al-Muslimun, Pikiran Rakyat dan yang lainnya. Ia juga menerjemahkan buku-buku berbahasa Arab, diantaranya Qaradhawi Bicara Soal Wanita (2003), Menaklukkan 7 Penyakit Jiwa (2004), Tafsir Surat Al-Fatihah (2003), Jalan Kebahagiaan (2006), dan lain-lain.
Beberapa bukunya yang sudah diterbitkan: Pergulatan Pemikiran Kaum Muda Persis (2004), HAMAS: Kenapa Dibenci Amerika? (2006; mendapatkan FLP Award sbg Buku Terbaik Non-Fiksi 2009), Ayat-Ayat Penyejuk Hati (2007), Lajur-Lajur Pemikiran Islam (2007), PERSIS dan Politik (2011), Sejarah Nasional Indonesia Perspektif Baru (2011), Sejarah Pesantren Persis (2012), Risalah Politik A. Hassan (2012), Pendidikan Berbasis Kebudayaan (2015), Pertarungan Pemikiran Islam (2017), Setengah Abad Dewan Dakwah Mengokohkan NKRI (2017), JAS MEWAH (2018), Politik Islam di Indonesia (2019).
Sementara Ir Arif Wibowo menjabat sebagai juru bicara Parida. Arif dikenal sebagai seorang wirausahawan yang juga intelektual muslim yang aktif dalam kajian tentang Islam dan Budaya Jawa. Karya-karya dalam wujud buku maupun artikel ilmiah, yang dimuat media lokal maupun nasional, dapat dinikmati sebagai bacaan yang renyah dan bernas.
Alumnus Fakultas Pertanian Universitas Negeri 11 Maret Surakarta (UNS), ini kaya dengan pengalaman organisasi dan aktivitas seputar pertanian. Ia pernah terlibat dalam Gerakan Nasional Anti Narkotika (GRANAT) kota Surakarta pada 1998 hingga 2000. Sosok yang ramah dan dinamis ini sejak 2005 hingga saat ini juga berpartisipasi aktif sebagai pendamping Kelompok Tani Organik, Tani Agung Boyolali. Pria kelahiran Purworejo pada 5 Februari 1971 ini juga dipercaya sebagai koordinator Pusat Studi Peradaban Islam (PSPI) Surakarta sejak 2009 hingga saat ini.* [Syaf/voa-islam.com]