BANDA ACEH (voa-islam.com)—Selama ini pernikahan dengan lebih dari satu istri atau poligami banyak terjadi di Indonesia, termasuk di Aceh. Hanya saja poligami dilakukan secara siri atau pernikahan di bawah tangan.
Akibatnya, banyak perempuan mendapat ketidakadilan dan tidak terlindungi hak-haknya sebagai istri atau ibu dari anak yang lahir dalam pernikahan siri. Untuk mengatasi persoalan ini, Pemerintah Aceh akan melegalkan poligami.
Saat ini poligami ketentuannya diatur dalam Rancangan Qanun Hukum Keluarga yang sedang digodok oleh Komisi VII DPRA. Rancangan qanun ini direncanakan akan disahkan menjadi qanun pada September nanti, menjelang berakhirnya masa jabatan anggota DPRA periode 2014-2019.
Wakil Ketua Komisi VII DPRA, Musannif seperti dikutip dari Serambi mengungkapkan pihaknya saat ini tengah melakukan proses konsultasi draf rancangan qanun ke Jakarta, yakni ke Kementerian Agama (Kemenag) dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA). “Draf qanunnya sedang kita konsultasikan dan saat ini saya juga sedang berada di Jakarta untuk keperluan itu,” kata Musannif, Jumat (5/7) siang.
Rancangan Qanun Hukum Keluarga ini, menurut Musannif, merupakan usulan pihak eksekutif (Pemerintah Aceh). DPRA lantas mempelajari draf yang diajukan itu dan menilai bahwa aturan yang terdapat di dalamnya bisa dijalankan di Aceh sebagai daerah yang bersyariat Islam.
Ketentuan yang diatur di dalam draf qanun ini, antara lain, menyangkut perkawinan, perceraian, harta warisan, dan poligami.
Musannif menyebutkan, di dalam ketentuan poligami itu ada diatur tentang syarat-syarat poligami, salah satunya harus ada surat izin yang dikeluarkan oleh hakim Mahmakah Syar’iyah. “Dalam hukum Islam, izin ini sebenarnya tidak diperlukan. Tetapi dalam syarat administrasi negara, kita mau itu harus ada sehingga tidak semua orang bisa melakukan poligami,” terangnya.
Syarat-syarat lainnya yang juga diatur adalah kemampuan secara ekonomi serta sehat jasmani dan rohani. Ketentuan jumlah istri juga disesuaikan dengan hukum Islam, yakni dibatasi sampai empat orang, dan jika menginginkan lebih dari itu, maka salah satunya harus diceraikan.
“Dalam hukum Islam, laki-laki dibolehkan menikahi perempuan sampai empat orang. Cuma terkadang laki-laki ini kan berpikir hanya pada frase ‘dibolehkan sampai empat’, sedangkan ayat sesudahnya ‘yang berkeadilan’ nggak dipikirkan. Nah, berkeadilan itu yang paling penting yang kita mau tuju, jangan waktu dia mau ambil fasilitas, kewajibannya nggak dijalankan,” pungkas Musannif. * [Syaf/voa-islam.com]