JAKARTA (voa-islam.com)—Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumatera Barat Gusrizal Gazahar bersuara soal polemik pembacaan doa yang dipimpin non-muslim pada acara yang dihadiri muslim.
Menurut Buya Gusrizal, kasus ini berarti telah menyingkirkan pertimbangan mayoritas dan minoritas yang justru berpotensi terjadinya tirani minoritas.
“Menyingkirkan pertimbangan mayoritas dan minoritas dalam kehidupan bersama, merupakan pengingkaran terhadap fakta dan membuka peluang untuk terjadinya tirani minoritas,” ungkap Buya Gusrizal dalam akun Facebook miliknya, Sabtu (5/10/2019).
Dikatakan Buya Gusrizal, cara berpikir seperti ini telah merasuki fikiran dan jiwa para penguasa negeri demi sanjungan toleransi.
“Walaupun demikian, konsep berfikir seperti itu sedang merasuki fikiran dan jiwa para penguasa negeri ini sehingga dalam majelis yang dihadiri mayoritas muslim, non muslim ditunjuk sebagai pembaca do’a demi sanjungan toleransi,” jelas dia.
“Ayat Al-Qur’an yang melarang muslim berdo’a dengan menyeru Tuhan lain selain Allah swt, diabaikan saja. Fatwa ulama yang mengharamkan do’a bersama dipandang tidak ada saja,” lanjut Buya Gusrizal.
Buya Gusrizal menjelaskan dalam Islam doa adalah ibadah, bahkan otak ibadah. Jadi memaksakan doa dipimpin non-muslim bukanlah merawat kebinekaan apalagi memperkuat toleransi.
“Itu malah meruntuhkan dan memporakporandakan kebersamaan yang telah terbangun selama ini!” tegas dia.
“Dengan peristiwa seperti itu, semakin terbuka siapa tuan-tuan sebenarnya: “Capek kaki tuan, ruponyo panaruang, ringan tangan tuan, tanyato pamacah”. Silahkan tuan pancing terus kemarahan umat sampai pada titik puncaknya, tuan sendiri yang digulung oleh amukannya,” demikian Buya Gusrizal mengakhiri pernyataan.* [Syaf/voa-islam.com]