BOVEN DIGOEL (voa-islam.com)--Gerakan kemanusiaan oleh Muhammadiyah dilakukan dengan kesadaran penuh bahwa sikap tolong-menolong yang dilakukan tanpa memandang etnis, agama, dan latar belakang politik. Melainkan bersumber dari ajaran Islam, dan mengedepankan nilai kemanusiaan yang ada. Termasuk dalam membangun kesehatan masyarakat, Muhammadiyah merupakan organisasi Islam yang inklusi bagi semua pihak ketika melakukan kerja kemanusiaan.
Etos kerja tersebut merupakan cerminan misi bidang Penolong Kesengsaraan Oemoem (PKO) yang dicatat dalam Alamanak Muhammadiyah tahun 1929, “Pertolongan Moehammadijah b/g. P.K.O. Itoe, boekan sekali-kali sebagai soeatoe djaring kepada manoesia oemoemnja, soepaja dapat menarik hati akan masoek kepada agama Islam atau Perserikatan Moehammadijah, itoe tidak, akan tetapi segala pertolongannja itoe semata-mata karena memenoehi kewadjiban atas agamanja Islam.”
Sehingga kader ataupun lulusan perguruan Tinggi Muhammadiyah harus memiliki sikap demikian ketika menyoal masalah keumatan/kemanusiaan. Seperti yang dilakukan oleh Dokter Amalia Usmaianti (29), lulusan Ilmu Kedokteran Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) yang mengabdikan dirinya di Kampung Kawak Tembut pedalaman Kabupaten Boven Digoel, Papua.
Kisah dokter muda ini sempat viral beberapa waktu lalu saat ia mem-posting kegiatan pengabdiannya, yang mereka abadikan dalam jepretan kamera dan diunggah dilaman media sosialnya. Amalia bersama beberapa orang lainnya ditugaskan di pedalaman Papua sejak bulan Mei 2017 sampai dengan Mei 2019. Pada peringatan Hari Dokter Nasional yang jatuh setiap tahun pada 24 Oktober, tim Muhammadiyah.id berhasil mewawancarainya.
Bersama tim, dokter Amalia menelusuri jalanan setapak dengan berjalan kaki hampir setiap hari sejauh 14 sampai 18 kilometer dari Kampung Ninati ke Kampung Kawak Tembut. Mereka susuri jalan tersebut dengan berjalan kaki, karena jangankan mobil motor saja dijamin bakal kesulitan melawati rute yang mereka lalui. Karena memang ekstrem jalur tersebut, terlebih ketika musim hujan tiba, rute jalan dipastikan akan bertambah sulit karena genangan air dan kubangan lumpur.
“Untuk perjuangannya, pertama kali dalam hidup saya jalan kaki untuk pelayanan, melewati hutan dengan jarak 14 sampai 18 kilometer, dari Kampung Ninati ke Kampung Kawak Tembut. Nangis saya sesampainya di sana. Dan besoknya pulang saya nangis lagi sambil berkata gak akan mau kesana lagi," kenang Amalia.
Namun Amalia menambahkan, Ia tidak tega, hatinya teriris melihat ketidakberdayaan warga/masyarakat kampung di pedalaman hutan Papua yang susah mengakses pelayanan kesehatan karena ketiadaan infrastruktur tersebut.
“Tapi kok saya sedih membayangkan masyarakat yang hanya 17 Kepala Keluarga (KK) di dalam hutan. Kalau saya tidak datang siapa yang bisa melakukan pemeriksaan yang menyeluruh pada mereka, dan akhirnya selama 2 tahun saya tetap jalan kaki menuju desa Kawa Tembut tersebut,” sambungnya.
Selain persoalan sulitnya rute yang dilewati, persoalan lain juga tidak kalah rumit. Ketika sudah sampai di lokasi atau kampung tujuan, Amalia bersama tim banyak menemukan kenyataan miris yang hampir tidak pernah terbayangkan dan bahkan mungkin tidak mereka jumpai sebelumnya. Seperti susahnya air, kekurangan bahan makanan, dan hidup tanpa listrik selama dua tahun bertugas di sana.
“Untuk suka duka saya di Papua banyak sekali, tapi secara garis besar saya bangga bisa hidup dua tahun tanpa listrik, tanpa kompor hanya memakai kayu bakar, tanpa bahan pangan yang lengkap, dan tanpa air. Karena di sana mengandalkan air hujan dan air sungai," ujar dokter kelahiran 15 Mei 1990 ini.
Pada kesempatan Hari Dokter Nasional tahun ini, dokter Amalia berharap kepada pemerintah untuk terus melanjutkan program Nusantara Sehat. Karena program tersebut sangat penting dampaknya terhadap masyarakat pedalaman yang kurang atau tidak memiliki akses secara mandiri untuk pelayanan kesehatan, serta bukan hanya dalam bidang kesehatan tetapi juga perlu untuk mengirimkan lebih banyak guru di pedalaman-pedalaman seluruh Indonesia.
“Untuk dokter umum pasti ada jiwa menolong yang tinggi, semoga dengan adanya program Pemerintah bisa ikut mengimplementasikan apa yang sudah tertanam pada tiap profesi. Contohnya dokter yang ingin banyak membantu meringankan sampai menghilangkan rasa sakit pada pasien," pungkasnya.*
Sumber: Muhammadiyah.or.id