BANTUL (voa-islam.com)--Banyak preman taubat yang kemudian menjadi pemakmur masjid. Lihatlah misalnya sebagian karkun (aktivis) Jamaah Tabligh. Atau sebagian Passer Hijrah (fans grup musik Pas Band) yang mengikuti jalan hijrah musisi Yukie.
Namun, ada juga masjid yang jadi sarang preman, tapi masjidnya tidak makmur. Sebab, premannya belum hijrah. Itulah Masjid Prana Sakti di sebelah areal parkir obyek wisata Pantai Samas, Yogyakarta.
Masjid yang berjarak sekitar 300 meter dari bibir pantai itu didirikan oleh Yayasan Prana Sakti pada 1987 di atas lahan desa seluas lebih 1 hektar. Yayasan ini mewadahi sebuah perguruan beladiri tenaga dalam dibawah komando H Zein Panjaitan.
Sayangnya, masjid dengan luas bangunan sekitar 450m2, sejak dua tahun terakhir terlantar. Kumuh, kotor, dan malah jadi sarang preman serta menjadi ampiran anjing-anjing liar. Prana Sakti kehilangan aura-nya sebagai Rumah Allah, tengggelam oleh hiruk-pikuk kehidupan wisata pantai yang kental dengan budaya sun, sand, and (free)sex.
Alhamdulillah, sebuah pertemuan dan kesepakatan orang-orang baik, menyelamatkan Masjid Prana Sakti yang terletak di Dusun Ngepet, Desa Srigading, Kec Sanden, Kab Bantul, Jogja.
Suatu hari di tahun 2017, Sekretaris Jendral Perguruan Prana Sakti, Latnyono bersua dengan Ustadz Daru Kawantoro (52). Latnyono meminta tolong agar Ustadz menyelamatkan dan memakmurkan Masjid di Samas. Tentu, Ustadz Daru tidak bisa menolak panggilan dakwah segenting itu.
Dibantu warga senior setempat, utamanya Masdi Prayitno (60) dan Kahono (60), Ustadz Daru Kawantoro membersihkan masjid dan mengajak warga sekitar untuk beribadah di sini. Ustadz asal Dusun Ngaglik, Desa Patalan, Kec Jetis, Bantul, ini juga mengajak relawan setempat menghidupkan kembali TPA (Taman Pendidikan Alquran) dan Paud (Pendidikan Usia Dini).
Alhamdulillah, kini TPA Al-Bahri di Masjid Prana Sakti, mendidik 55 santri. Sebagian besar anak usia Sekolah Dasar. Dengan jadwal mengaji setiap Rabu dan Jum'at, para santri dibimbing oleh relawan lokal Ny Khomariyah (35). ‘’Nggih sebisa kawula mawon (ya sebisa saya aja),’’ ujar ibu sederhana ini.
Sedangkan Paud yang bernama Kelompok Belajar Anak Samudera dibimbing dua relawan lokal, Ny Trisni Wijayanti (37) dan Angel (41). Keduanya juga lebih banyak bermodal ikhlas dan semangat mengabdi.
KB Anak Samudera kini mengasuh 7 anak, dengan jadwal kegiatan belajar Selasa, Kamis, dan Sabtu.
‘’Terus terang, kami masih kewalahan mengajak kaum tua dan pemuda remaja Samas. Mudah-mudahan generasi cucu ini yang akan mengubah kehidupan Samas menjadi lebih baik,’’ harap Mbah Kahono yang masih harus merangkap menjadi muazin.
Meski berjalan terseok-seok selama dua tahun terakhir, setidaknya masjid mulai ‘’hidup’’ kembali. Jamaah sholat lima waktu tak lebih dari 10 orang. Imam tetap oleh Masdi Prayitno, yang juga harus siap merangkap jadi muazin.
‘’Kalau Jum'atan paling banter terisi dua shaf. Kita hadirkan khatib Kyai Tumar dari desa sebelah,’’ papar Ketua Takmir Masjid Prana Sakti Ustadz Daru Kawantoro yang juga masih mengelola TPA Al-Mukaromah di Ngaglik.
Dari mana pembiayaan operasional Masjid dan TPA serta Paud?
‘’Min haistu laa yahtasib (dari arah yang tak diperhitungkan),’’ ungkap Ustadz Daru sambil tersenyum. Dari kantongnya sendiri dan saweran sejumlah donatur, gerakan dakwah di Ngepet berjalan terus.
Kesadaran berinfak masyarakat untuk masjid dan pendidikan agama, tentulah didahului dengan kesadaran keagamaan mereka. Inilah tantangan dakwah di Ngepet, Pantai Samas. Warga sekitar umumnya nelayan tradisional yang dhuafa. Mereka juga dikepung oleh budaya wisata pantai yang tidak baik. Kemiskinan material dan spiritual pun berjalin berkelindan.
‘’Kami sangat-sangat membutuhkan tenaga dai yang bersedia istilahnya hidup-mati di sini,’’ tandas Ustadz Daru Kawantoro.* [Hary/Syaf/voa-islam.com]