BANDUNG (voa-islam.com) - Menteri agama atau kementerian yang lain jika mempersoalkan masalah-masalah cadar, celana cingkrang, dan semisalnya itu mencerminkan beberapa hal.
Demikian disampaikan oleh Direktur CIIA dan pengamat terorirsme Harits Abu Ulya kepada voa-islam.com.
"Pertama, pejabat yang radikal sekuler. Di negara barat seperti Amerika itu sekuler, tapi dalam ranah pribadi negara tidak mau mengusik. Indonesia dengan model pejabat menteri agama di masa rezim Jokowi periode kedua ini menampilkan sikap sekuler yang radikal," katanya pada Senin (04/11) yang lalu.
"Negara menjadi sibuk urus fashion rakyat, yang notabene itu terkait kayakinan dan tuntunan agama yang dianut dan diakui oleh negara sebagaimana termaktub dalam UUD pasal 29," lanjutnya
Yang kedua menurut Harit, Menag katanya menjadi menteri agama untuk semua agama, tapi faktanya Menag sibuk nyinyir kepada umat Islam dan syariat-syariat yang di anutnya.
"Umat Islam makin gerah dan disisi lain paham bahwa ditengah-tengah mereka telah berdiri Ruwaibidloh, yaitu orang-orang bodoh memegang urusan umat. Mereka berbicara soal agama sementara mereka masih 'pupuk bawang' pemahamannya terhadap agama, bahkan terhadap agama yang ia peluk sendiri masih bawur dan ngawur. Akhirnya tanpa sadar, dengan mulut-mulut mereka mencoba untuk memadamkan cahaya kebenaran agama Islam. Dan itu sama artinya menantang dan berhadapan dengan Allah swt. Sangat lacut," ungkapnya.
"Yang ketiga, secara faktual, apa yang dirugikan dari wanita-wanita muslimah yang bercadar terhadap negara dan masyarakat? Negara rugi apa jika ada rakyatnya yang celananya cingkrang? Justru rakyat rugi di buat gaduh, rakyat rugi punya pejabat yang nalarnya parno dan radikal. Rakyat rugi justru urusan-urusan fundamental yang menjadi kebutuhan dasar mereka di abaikan," tambahnya.
Menurut Harits negara harusnya sibuk memakmurkan mensejahterakan rakyat, menegakkan keadilan ditengah-tengah rakyat untuk semua pihak tanpa pandang bulu. Bukan malah sibuk meneror rakyat dengan urusan-urusan artificial begini.
Ia juga mengatakan hati-hatilah dengan para pendusta agama atau manipulator agama yang sesungguhnya. Mereka para pejabat dan penguasa sebelum duduk dikursi kekuasaan sibuk menggelar fashion pencitraan; dekatin ulama, rajin ke masjid, datang ke pengajian, santunan ke yatim piyatu, tampil sok peduli dan religius, simbol-simbol agama di bajak, dll.
"Keberagamannya hakikatnya casing alias topeng dari syahwat kuasa yang mereka puja dan sembunyikan. Dan semua itu dusta belaka, hanya seorang manipulator yang lagi bermain watak untuk mengemis suara konstituen. Begitu menjadi penguasa, mereka lupa dan rakyat hanya gigit jari menjadi tumbal kekuasaan mereka," ujarnya.
"Mereka tampil seolah rajin ibadah, religius dan semisalnya tapi membuat kebijakan yang memiskinkan rakyat, membuat rakyat tercekik ekonominya. Membuat sejahtera tidak, tapi malah sebaliknya bikin susah rakyat. Inilah pendusta agama, manipulator agama sesungguhnya. Penipu radikal! Kalau menteri agama sibuk membodoh-bodohi rakyat, maka rakyat wajib meninggalkan dia!," tutupnya. [syahid/voa-islam.com]