View Full Version
Ahad, 17 Nov 2019

Sodik Mudjahid: Mau Buat UU Syar'i, Kuasailah DPR dan Eksekutif!

YOGYAKARTA (voa-islam.com)--Sejak lima tahun berkuasa, pemerintahan Presiden Jokowi lebih banyak membuat kebijakan yang kurang menguntungkan bagi umat Islam. Rata-rata produk undang-undang yang dihasilkan dari DPR lebih banyak mewakili kepentingan golongan sekuler. Padahal mayoritas yang akan terkena imbas dari kebijakan undang-undang nantinya adalah umat Islam sebagai warga mayoritas.

Seperti Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS). Hingga kini, RUU PKS masih menuai kontroversi karena munculnya anggapan bahwa RUU ini mendukung praktik perzinaan, melanggengkan LGBT, dan bahkan mengamini praktik aborsi. Beruntung, RUU ini ditunda untuk dibahas oleh DPR. 

“Sejak 5 tahun terakhir, representasi kalangan Islam di DPR kian menurun drastis jumlahnya. Tidak heran, jika di legislatif dan eksekutif  kepentingan Islam pada akhirnya kurang terwakili,” ujar anggota DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra, Sodik Mudjahid ketika menjadi pembicara pada "Dialog Kebangsaan dan Sosialisasi Empat Pilar MPR RI" pada Muktamar Ke-6 KB PII di Yogjakarta, Sabtu (16/11/2019).

Menurut Sodik, kelompok-kelompok non muslim yang saat ini menguasai DPR dan eksekutif sesungguhnya sudah memiliki _roadmap_ untuk menguasai Indonesia untuk 20 tahun ke depan. Kekuatan kelompok ini didukung tim pakar untuk memproduksi UU yang sekuler, tim lobby dan tim pendana. Sementara kelompok Islam, hanya datang pada saat rapat dengar pendapat (RDP) di menit-menit terakhir pengesahan UU.

Karena itu, lanjut Sodik, kelompok non Islam ini berkuasa setelah mereka berhasil melakukan amandemen UUD 45 yaitu penghapusan kata pribumi dan diperkenankannya pemilihan langsung. 

Partai Sosialis Indonesia, kata Sodik, jelas partai yang salah satu misinya membuang UU yang berbau syariah.

“Mereka lebih siap dengan sistem demokrasi langsung sementara umat Islam masih belum siap dan masih apriori dengan demokrasi,” imbuhnya.

Dia mencontohkan, di Jawa Barat, ketika dia datang ke dewan kemakmuran masjid (DKM dan tokoh Islam ketika ditanya siapa pemimpin mereka untuk calon gubernur dan walikota, mereka tidak memiliki jawaban yang sama.

Sekali lagi, mereka lebih siap dengan sistem demokrasi. Akibatnya, bupati dan walikotanya bukan dari perwakilan umat Islam. Kalaupun masih Islam, mereka akan pilih yang masih sejalan dengan pemikiran mereka. Umat Islam tidak mempunyai roadmap di Jawa, Sumatera dan daerah lainnya. Jadi wajar, pengurus DKM masih bingung.

"Sistem demokrasi padahal memberikan peluang produk-produk legislasi yang syar’i bisa dihasilkan asalkan tidak bertentangan dengan Pancasila dan prosesnya dihasilkan secara konstitusional," imbuhnya. 

Kepada para peserta Muktamar KB PII, Sodik menyarankan agar mulai saat ini perlu ada roadmap dakwah untuk menyikapinya. Untuk mencapai ini, Sodik menganjurkan mengajarkan tiga hal.

Pertama, agar umat selalu meningkatkan iman dan takwa dimulai dari  keluarga. Kedua, ajarkan agar keluarga dan umat untuk memilih pemimpin yang muslim. Ketiga, ajarkan bahwa. Hukum terbaik itu bersumber dari Islam dan prosesnya harus dilakukan melalui sistem yang demokratis.

Sementara itu, Menko Polhukam, Mahfud MD mengatakan bahwa  bahwa dasar negara Indonesia sudah mengandung makna syariah. Oleh karena itu, tidak perlu lagi ada istilah NKRI Bersyariah untuk mempertegas.

“Nilai-nilai Islam sudah mewarnai konstitusi kita. Jadi, jangan pertentangkan Islam dengan Pancasila,” ujar Mahfud MD.

Dia menambahkan, dengan mengamalkan Pancasila, seperti bersikap toleran, menerima perbedaan, anti radikalisme dan anti korupsi, berarti umat Islam telah mengamalkan ajaran Islam sebagai rahmatan lil  'alamiin.* [Syaf/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version