YOGYAKARTA (voa-islam.com)—Majelis Mujahidin menantang debat ilmiah Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Yudian Wahyudi terkait Pancasila. Tantangan debat ini menyusul pernyataan Yudian dalam wawancara sebuah media online yang menyebutkan agama menjadi musuh terbesar Pancasila.
Dalam surat terbuka yang dibuat 15 Februari 2020, Majelis Mujahidin menilai pernyataan Yudian telah mendiskriditkan kaum agamawan dalam berpartisipasi membangun Indonesia dengan menyalurkan hak politik sesuai dengan tuntunan agamanya.
Diungkapkan Majelis Mujahidin, sila pertama Pancasila menempati posisi penting di dalam konstitusi negara RI, dan disebutkan di dalam bab agama (Bab XI). Pasal 29 ayat (1) UUD NRI 1945 menyatakan bahwa Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai dasar negara Republik Indonesia, sehingga ruhnya menjiwai keempat sila yang lain.
“Fakta konstitusi inilah yang dulu akan dihilangkan oleh PKI dengan melakukan manuver melalui berbagai cara. Mendiskriditkan partai agama khususnya Islam (Masyumi), mendorong adanya Demokrasi terpimpin dan Nasakom yang berporoskan gotong royong sebagai perasan dari kelima sila Pancasila. Agama adalah urusan pribadi, bukan publik,” ungkap Majelis Mujahidin.
Lebih lanjut dijelaskan, Pancasila sebagai falsafah negara (philosophische grondslag) yang seharusnya menjadi alat pemersatu bangsa justru dijadikan oleh oknum-oknum pemegang kekuasaan sebagai alasan menyerang sebagian komunitas anak bangsa dan memarginalkan agama dalam perannya ikut membangun negara.
“Hal ini disebabkan akibat pemahaman dan doktrin Pancasila dengan karakter berbeda-beda sesuai dengan arah kebijakan politik pemerintahan cq. Presiden RI pada masanya. Sebagai milik bersama bangsa Indonesia, bukan milik satu golongan, kelompok, partai politik dan etnis tertentu, maka diperlukan perumusan pemahaman Pancasila secara komprehensif, melingkupi dan menyeluruh sehingga diterima oleh seluruh masyarakat bangsa Indonesia,” tulis Majelis Mujahidin.
Untuk itu, Majelis Mujahidin menantang Ketua BPIP Yudian Wahyudi melakukan debat publik ilmiah dalam koridor konstitusi negara sebagai pertanggung jawaban akademik dan intelektual terhadap isi dan substansi wawancara yang telah dilakukan pada 12 Februari 2020.
“Jika ajakan kami tidak mendapatkan respon sebagaimana mestinya, dikhawatirkan Ketua BPIP terpapar virus atheist practice (praktek paham PKI). Menjadikan Pancasila sebagai alat politik, melakukan fait accompli terhadap pihak-pihak tertentu yang dianggap sebagai anti-Pancasila,” ujar Majelis Mujahidin.
“Demikian surat ini kami sampaikan sebagai kontribusi mencari solusi konstitusioanl terhadap sengkarut kehidupan berbangsa dan bernegara berkenaan dengan falsafah negara Pancasila. Kami menunggu konfirmasinya, atas perkenannya kami ucapkan terima kasih,” tutup surat terbuka Majelis Mujahidin.* [Syaf/voa-islam.com]