YOGYAKARTA (voa-islam.com) - Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir turut memberikan testimoni setelah menonton film Jejak Langkah 2 Ulama yang diselenggarakan di Ampli Theater kampus IV Universitas Ahmad Dahlan (UAD) pada Selasa (25/2) siang.
Haedar mengaku tidak bisa menahan tangis haru saat menyaksikan perjuangan KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asy’ari dalam mempertahankan tanah air.
“Agak nangis juga tadi, tapi tidak ketahuan. Dalam film itu ada keterlibatan emosi dan suasana hati. Betapa perjuangan kedua tokoh ini lahir dari jiwa yang paling dalam. pergumulan perjuangan keduanya bagi saya sangat luar biasa. Padahal ini hanya sebagian saja, tidak bisa seluruh gagasan mereka dituangkan dalam sebuah film,” ujar Haedar.
Haedar mengungkapkan bahwa film ini bagi warga Muhammadiyah dan NU memberikan penjelasan yang lebih detail tentang relasi perjuangan KH. Dahlan dan KH. Hasyim.
Haedar kemudian mengisahkan dirinya pernah diminta untuk memberikan mata kuliah di UIN tentang ilmu Islam Kontemporer yang memaksanya harus belajar banyak dari buku-buku KH. Hasyim Asyari.
“Ketika 7 tahun yang lalu, diminta mengajar. Saya beli banyak buku-buku KH. Hasyim. Saya baca. Setelah saya baca, seorang Hasyim Asy'ari itu begitu hebat,” ungkap Haedar.
Haedar juga menyampaikan bahwa film Jejak Langkah 2 Ulama ini bisa menjadi jembatan bagi Muhammadiyah dan NU untuk saling memahami secara detail dan meminimalkan perdebatan khilafiyah yang kadang memecah persatuan. Bagi warga Muhammadiyah, film ini merupakan awal untuk mengenal NU. Bagi warga NU, film ini juga merupakan awal pengetahuan tentang gerakan Muhammadiyah.
“Nasib Islam dan Indonesia itu tergantung pada peran dua ormas bersar ini. Jika para pengikutnya yang besar ini paham masing-masing denyut perjuangan dan relasi keduanya, saya yakin suatu saat kita punya denyut kolektif baru. Ini akan jadi kekuaan besar untuk agama dan bangsa kita,” terang Haedar.
Haedar menginginkan agar film yang mengisahkan KH. Dahlan dan KH. Hasyim ini tersebar luas hingga menyentuh generasi milenial. Pasalnya, setelah keduanya menuntut ilmu ke Mekkah, mereka kembali ke asal masing-masing untuk mengabdi pada tanah air.
“Bagaimana film ini tersebar luas di generasi milenial. Nah ini tugas LSBO, Tebuireng dan kita semua. Tak perlu dari studio milik orang. Tapi diputar secara intensif di seluruh Indonesia. Kalau sekiranya semua jumlah NU dan Muhammadiyah nonton, maka ini akan jadi film yang ditonton ratusan juta orang,” tutur Haedar. [syahid/voa-islam.com]
sumber: muhammadiyah.or.id