View Full Version
Sabtu, 20 Jun 2020

Pesantren Kembali Dibuka, PKS Minta Pemerintah Biayai PCR Test

JAKARTA (voa-islam.com)--Komisi VIII DPR RI mengadakan rapat kerja perdana dengan Menteri Agama (Menag) di masa persidangan IV Tahun Sidang 2019-2020. Agenda rapat kerja tersebut membahas tentang evaluasi kebijakan pembatalan haji dan isu aktual lain seperti penyelenggaraan pembelajaran di pesantren dan pendidikan keagamaan di masa pandemi.

Anggota Komisi VIII F-PKS, Bukhori Yusuf, meminta agar Pemerintah menanggung secara penuh instrumen kesehatan yang dibutuhkan pesantren dalam rangka penyelenggaraan pembelajaran di pesantren selama masa New Normal. Ia mengatakan, banyak pesantren yang akan mengalami kesulitan jika tidak ada peran aktif Pemerintah untuk menyediakan sarana dan fasilitas kesehatan yang diperlukan untuk menunjang pembelajaran yang sesuai dengan protokol kesehatan.

“Pemerintah tidak bisa hanya sekadar mendorong agar pesantren mengikuti protokol kesehatan yang sudah diatur. Himbauan saja tidak cukup, mereka akan kesulitan. Sehingga, Pemerintah harus meng-cover penuh biaya PCR test, rapid test, penyediaan hand sanitizer, masker, dan sarana pencegahan Covid-19 lainnya bagi pesantren agar layak memenuhi standar protokol kesehatan sebagaimana diatur oleh Pemerintah,” tegas Bukhori dalam rapat kerja di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (18/6).

Selain itu, ia mendorong agar Kementerian Agama (Kemenag) tidak bekerja sendiri. Kemenag perlu berkoordinasi dengan Kementerian/Lembaga terkait yang tergabung dalam Gugus Tugas Covid-19. Sebab, sambungnya, Kemenag sendiri tidak akan mampu dalam memenuhi semua kebutuhan tersebut.

“Saya kira Kemenag perlu berkoordinasi dengan Kementerian atau Lembaga terkait untuk merealisasikan penyelenggaraan pembelajaran dan pendidikan keagamaan selama masa pandemi,” usul Bukhori

Selain itu, terkait pembatalan haji, Menteri Agama akhirnya mengakui kekeliruannya atas mekanisme pengambilan keputusan pembatalan haji yang dilakukan tanpa melalui rapat khusus dengan Komisi VIII DPR RI sebagaimana sudah disepakati sebelumnya.

Dalam kesempatan tersebut, Bukhori mengingatkan bahwa keputusan yang dilakukan oleh Menag tersebut selain bersifat cacat dari aspek hukum, secara etika juga sangat bermasalah. Ia juga menyoroti langkah Menag yang tidak melibatkan DPR terkait konsultasi pembatalan haji.

“Persoalan ini sebenarnya tidak hanya pada tataran hukum, tetapi pada tataran etika hukum. Sedangkan etika hukum ini secara kedudukan sebenarnya di atas hukum itu sendiri. Jika Bapak (red; Menag) bisa berkonsultasi dengan siapapun, seharusnya DPR dong yang mesti diajak konsultasi pertama kali,” cetus Bukhori.*[Syaf/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version