SURABAYA (voa-islam.com)--Ada beberapa persepsi negatif terkait sertifikasi halal yang dikemukakan sebagian kalangan. Di antaranya ada yang menyebutkan, proses sertifikasi halal itu rumit.
Banyak ketentuan dan persyaratan yang dianggap sulit dan membelit. Seperti ketentuan serta persyaratan bahan baku, bahan penolong pengolahan, pemrosesan produk, sampai terkait pengemasan dan distribusi. Bahkan ada pula yang menyatakan, biayanya dianggap tinggi melangit. Sehingga dianggap berdampak tidak kondusif terhadap dunia usaha.
Maka, kendala yang mengemuka sebagai persepsi yang dianggap negatif terhadap proses sertifikasi halal itu ditepis dan diluruskan dengan standar halal yang jelas. Dirancang dan disusun bersama oleh para tenaga ahli di LPPOM MUI juga para ulama yang mumpuni di Majelis Ulama Indonesia (MUI), khususnya Komisi Fatwa MUI.
“Persepsi yang demikian itu ditepis dan diluruskan dengan standar halal yang jelas, yang telah disusun dan didokumentasikan dalam bentuk buku-buku tentang sertifikasi halal. Seperti Standar tentang proses sertifikasi halal untuk industri olahan pangan, obat-obatan dan kosmetika. Termasuk juga barang gunaan, restoran dan catering. Bahkan juga jasa logistik dalam lingkup pangan yang dibutuhkan,” tutur Wakil Direktur LPPOM MUI, Ir. Sumunar Jati dalam webinar halal yang diselenggarakan oleh Universitas Nahdatul Ulama Surabaya.
Dijelaskan lagi dalam webinar bertopik Mengenal Sertifikasi Halal bagi Pelaku Usaha bahwa seluruh buku tentang standar sertifikasi halal dirangkum dalam buku HAS 23000, yaitu buku Halal Assurance System atau Sistem Jaminan Halal.
Lebih Mudah dengan Cerol-SS23000
Sementara itu, pengajuan atau pendaftaran proses sertifikasi halal dapat dilakukan dengan platform teknologi informasi berbasis online, yaitu Cerol-SS23000. Proses sertifikasi menjadi lebih efektif dan efisien karena dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja. Adapun persyaratan dokumen-dokumen yang dibutuhkan, dapat diunggah sebagai lampiran pada saat pendaftaran secara online dan ditunjukkan bukti-bukti aslinya pada saat audit halal onsite.
Menurut Sumunar, di tengah kondisi yang tidak memungkinkan untuk bertatap muka secara langsung seperti ini, peran teknologi informasi sangat dibutuhkan dalam menjaga kelangsungan pelayanan agar tetap beroperasi.
“Kami telah menerapkan pendaftaran sertifikasi halal melalui aplikasi Cerol-SS23000 ini sejak delapan tahun silam. Dengan penerapan platform berbasis online ini, banyak perusahaan terbantu. Karena lebih memudahkan dalam proses pendaftaran sertifikasi halal. Dan terbukti juga lebih efektif serta efisien,” ujarnya lagi.
Ketentuan Halal Bersifat Mandatory
Selanjutnya, dalam ketentuan Undang-Undang No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH) dinyatakan bahwa ketentuan halal dengan proses sertifikasi halal bersifat mandatory. Yakni sebagai keharusan atau kewajiban yang harus dipenuhi oleh pihak produsen yang ingin menyatakan produk yang dihasilkannya itu halal, sehingga dapat diterima oleh kalangan konsumen yang mayoritasnya beragama Islam di negeri kita ini.
Secara eksplisit pada Pasal 4 UU JPH tersebut disebutkan: “Produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal”.
Ketentuan undang-undang ini sesuai dengan aspirasi umat. Namun ketentuan mandatory ini tentu menjadi tantangan tersendiri dalam implementasinya. Maka standar halal yang telah disusun dan ditetapkan oleh MUI itu, dapat menjadi solusi bagi para pengusaha atau produsen dalam proses sertifikasi halal yang dibutuhkan.
Juga membantu dan memudahkan bagi kalangan konsumen dalam memilih produk halal yang dibutuhkan, dengan menyediakan layanan QR Code, dan situs internet yang dapat diakses setiap saat, selain juga media cetak yang terbit berkala secara rutin. Kesemua itu telah dibuktikan dalam pengalaman proses sertifikasi halal dengan implementasi Sistem Jaminan Halal, yang dilakukan oleh LPPOM MUI selama lebih dari 30 tahun di Indonesia.*
Sumber: Halalmui.org