JAKARTA (voa-islam.com)—UU Omnibus Law Cipta Kerja yang baru saja disahkan DPR RI terus menuai polemik. Banyak pihak yang mengkritik bahkan menolak UU sapu jagat tersebut.
Kritik dan penolakan sebagian isi UU Omnibus Law kali ini datang dari Forum Silaturahim Asosiasi Travel Haji Umroh (Forum SATHU).
Sekretaris Jenderal Forum SATHU Artha Hanif mengatakan pihaknya pada awalnya merespon positif RUU Omnibus Law. RUU itu bertujuan menyederhanakan berbagai UU yang menyulitkan dan menghambat perkembangan dunia usaha.
Namun, begitu UU Omnibus Law disahkan ada terdapat pasal yang dinilai tidak adil terhadap usaha di bidang keagamaan.
“Khususnya usaha di bidang penyelenggaraan umrah dan haji khusus. Kalau selama ini kami memahami bahwa kehadiran UU Omnibus Law untuk mendukung perkembangan dunia usaha ternyata tidak untuk usaha di bidang keagamaan,” ungkap Artha kepada wartawan di restoran Al Jazeerah, Jakarta Timur, Jumat (23/10/2020).
Forum SATHU menganggap ada penyeludupan pasal pada UU Omnibus Law untuk kepentingan pihak tertentu.
“Secara khusus kami menyoroti penambahan pada pasal 94 ayat 1 butir K dan ayat 2 yang sebelumnya tidak termuat dalam RUU yang menjadi pokok bahasan kami. Banyak pertimbangan kami yang tidak terakomodir,” ungkap Artha.
Sekadar informasi, pasal 94 ayat 1 huruf k berbunyi: PPIU wajib membuka rekening penampungan yang digunakan untuk menampung dana jamaah untuk kegiatan umrah.
Dengan demikian, jelas Artha, maka itu artinya dana umrah jamaah akan ditampung di bank seperti halnya dana setoran haji.
“Sebagaimana juga sudah terjadi pada dana setoran awal haji yang saat ini sudah mencapai sekitar Rp130 triliun,” ujar Artha.
Terkait kewajiban penyelenggara haji dan umrah atau PPIU membuka rekening bank untuk menampung dana awal setoran umrah atau deposit ditanggapi Penasihat Forum SATHU Asrul Azis Taba.
Asrul merasa keberatan dengan ketentuan ini, sebab menyangkut kesepakatan dengan jamaah. Asrul mempertanyakan penggunaan dana deposit milik jamaah umrah oleh bank.
“"Dana jamaah umrah diminta ditampung. Ini nilainya besar. Kemudian dananya dipakai untuk usaha-usaha yang lain,” kata Asrul.
Soal nilainya, Asrul menghitung jika kondisi normal dalam satu musim ada sekira satu juta jamaah Indonesia yang pergi umrah. Jika dihitung perhari, maka ada sekira lima ribu jamaah Indonesia yang pergi umrah.
“Ada rata-rata dana Rp75 miliar per hari ditampung dalam rekening,” jelas Asrul.
Kemudian Asrul menggambarkan pada tahap awal calon jamaah umrah wajib menyetorkan Rp10 juta jika ingin mendapat kursi menunaikan ibadah umrah. Padahal menurutnya nilai minimal setoran sebaiknya tidak perlu ada patokan. Uang muka seharusnya disesuaikan dengan kemampuan masyarakat.
Kemudian, kata dia, biro penyelenggara umrah baru bisa menarik setoran calon jamaah dari bank jika cicilan berumrah jamaah terkait sudah mencapai minimal Rp15 juta. PPIU tidak dapat menunggu waktu terlalu lama untuk menarik dana dari bank, karena untuk operasional seperti booking akomodasi, transportasi dan lainnya.
Jika ketentuan minimal Rp15 juta baru bisa ditarik, maka PPIU harus mencari dana talangan yang tidak sedikit.
Atas pertimbangan ini, Forum SATHU meminta Presiden Jokowi mengeluarkan Perppu sebagai perbaikan atas pasal-pasal yang mereka tolak.
Menurut Forum SATHU, usaha umrah dan haji adalah usaha yang sangat terkait dengan kegiatan ibadah. Usaha umrah dan haji satu-satunya sektor usaha yang dimiliki kaum muslimin.* [Syaf/voa-islam.com]