JAKARTA (voa-islam.com)--“Dalam konteks gerakan kita, usaha untuk membangkitkan sociopreneur merupakan bagian dari pilar keempat gerakan Muhammadiyah. Setelah kita berhasil di bidang pendidikan, kesehatan, dan pelayanan sosial yang menjadi amal usaha Muhammadiyah, sejak Muktamar di Makassar, Muhammadiyah masuk pada pengembangan wirausaha,” sambut Haedar Nashir dalam acara Malam Anugerah Sociopreneur LPCR PP Muhammadiyah 2020 pada Senin (21/12).
Gerakan wirausaha memiliki jejak yang kuat dalam sejarah Islam dan Nabi Muhammad. Haedar menuturkan sebelum menerima risalah kenabian, Rasulullah SAW dikenal luas sebagai seorang pedagang. Jangkauan bisnisnya tidak hanya di dalam negeri, melainkan juga kawasan-kawasan luar, semisal Syam (Suriah). Karena itulah, kata Haedar, berwirausaha merupakan bagian dari spirit ajaran Islam.
“Kita disuruh berusaha mencari kebahagiaan hidup di akhirat tapi jangan melupakan kehidupan di dunia. Jadi, dalam Islam tidak dibenarkan hidup melarikan dengan cara zuhud, wara’ anti dunia. Watak dari Islam tidak hanya berdiam dari masjid tapi juga harus berusaha, harus berniaga, mencari nafkah,” kata Ketua Umum PP Muhammadiyah ini.
Semangat zakat, infak, shadaqah menunjukkan bahwa seorang muslim harus memiliki sesuatu untuk diberikan kepada muslim yang lain. Zakat tidak hanya terkandung dimensi teologis tentang ketaatan seorang hamba terhadap Rabb-nya. Tapi, ada dimensi sosiologis untuk menggugah kesadaran kemanusiaan kita. Dengan kata lain, adanya kewajiban zakat menandakan bahwa Islam membolehkan seorang muslim untuk menjadi konglomerat (aghniya).
“Bahkan Islam membolehkan untuk jadi kaya, jadi konglomerat, itu tidak salah. Itu bagian dari Islam agar kita bisa mengamalkan ajaran Islam seperti zakat. Tidak mungkin kita berzakat tapi tidak memiliki kekayaan,” tutur Haedar.
Setelah itu, Haedar kemudian mengutip penggalan Hadis Nabi yang diriwayatkan Muslim, berbunyi: Orang mukmin yang kuat itu lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada orang mukmin yang lemah. Karenanya, Islam sangat menganjurkan agar menyiapkan generasi yang berkualitas (dzurriyatan thayyibatan), bukan generasi yang lemah (dzurriyatan dhia’fan).*
Sumber: Muhammadiyah.or.id