Sementara tiadanya Bank Syariah Muhammadiyah selama ini menjadikan Muhammadiyah tak bisa menikmati pemanfaatan yang lebih banyak dari dana-dana yang diparkir di lembaga keuangan lain,” ucap Arifuddin.
JAKARTA (voa-islam.com)--Selain adanya keinginan Muhammadiyah untuk menarik dananya yang ditempatkan di Bank Syariah Indonesia (BSI) yang merupakan Bank BUMN hasil merger tiga bank syariah. Kini di warga Muhammadiyah ada keinginan besar untuk mendirikan Bank Syariah Muhammadiyah.
Hal ini didasari dari hasil survai selama tahun 2020 yang dilakukan oleh tim 20 inisiator, dengan mengambil sampel survai 3.620 responden dari warga Muhammadiyah yang berasal dari Aceh hingga Papua dan luar negeri, yang aspirasinya menginginkan 90 % warga Muhammadiyah ingin mendirikan Bank Syariah Muhammadiyah.
Sementara sisanya, 21,2 % dan 10,6 % ingin membentuk BPRS dan Baitut Tamwil Muhammadiyah (BTM). “99,5 persen mereka dengan tegas meminta kepada Pimpinan Pusat Muhammadiyah dalam Muktamar yang ke - 48 di Solo, Jawa Tengah untuk merekomendasikan Bank Syariah Muhammadiyah,” demikian peryataan Arifuddin selaku anggota tim 20 inisiator Bank Syariah Muhammadiyah dalam acara Diskusi Akhir Tahun via Webinar bertema: Bank Syariah Muhammadiyah dalam perspektif BTM, yang diselenggarakan oleh Induk Baitut Tamwil Muhammadiyah (BTM) dan Gerakan Microfinance Muhammadiyah (GMM), Rabu (12/12/2020) di Jakarta.
Lebih jauh, Arifuddin menambahkan, kehadiran dari Bank Syariah Muhammadiyah sebuah keniscayaan, hal itu tak lepas dari pengembangan pilar ketiga (ekonomi) Muhammadiyah dalam gerakan dakwahnya.
Selain itu, dengan adanya Bank Syariah Muhammadiyah sekaligus sebagai pusat keuangan Muhammadiyah dalam mengembangkan perekonomian nasional.
“Sementara tiadanya Bank Syariah Muhammadiyah selama ini menjadikan Muhammadiyah tak bisa menikmati pemanfaatan yang lebih banyak dari dana-dana yang diparkir di lembaga keuangan lain,” ucap Arifuddin.
Diakui oleh Arifuddin, untuk mendirikan Bank Syariah Muhammadiyah tak mudah, hal itu tak lepas dari pertama, tiadanya landscape sistem keuangan yang dibuat oleh persyarikatan dalam kerangka berjamaah. Sehingga inisiasi lembaga keuangan sangat bergantung kepada kemampuan dan konsen dari pimpinan atau anggota persyarikatan di area masing – masing.
Kedua, belum ada pola kerjasama bahkan arah untuk melakukan konsolidasi BPRS / BTM yang ada sehingga terbentur dengan limit permodalan (CAR).
Ketiga, masih ada pengalaman kegagalan lembaga keuangan yang diinisiasi oleh persyarikatan pada masa lalu yang menyebabkan rasa pesimisme untuk membangun kembali lembaga perbankan.
Sementara, Ketua Induk BTM Achmad Suud, memaparkan, untuk menanggalkan rasa pesimisme terhadap lembaga perbankan. Selama ini telah terbentuk BTM di akar rumput pada masing – masing Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM).
Dengan tujuan melatih dan mencoba agar dana – dana persyarikatan serta warga mampu terkonsolidasikan di lembaga keuangan Muhammadiyah.
“Alhamdullilah itu bisa berjalan baik dan memiliki dampak yang sangat besar terhadap persyarikatan dan warga,” ucapnya.
Dengan demikian, kata pria berasal dari Pekalongan – Jawa Tengah itu, ketika warga Muhammadiyah mengusulkan tentang Bank Syariah Muhammadiyah, bagi Induk BTM, itu merupakan langkah yang positif dan berkemajuan bagi persyarikatan.
Apalagi, dalam 7 rekomendasi Muhammadiyah Microcfinance Summit (MMS) 2019 di Pekalongan, Jawa Tengah yang diselenggarakan oleh Induk BTM, merekomendasikan perlunya konsolidasi keuangan Muhammadiyah secara masif untuk mewujudkan sebuah Bank Umum Syariah (BUS) milik Muhammadiyah agar terwujud pengelolaan keuangan di persyarikatan yang sinergis dan memberikan manfaat optimal bagi gerakan dakwah amar ma’ruf nahi munkar.
“Jadi bagi Induk BTM, Bank Syariah Muhammadiyah Why Not?” Kata Achmad Suud.
Setali tiga uang, pakar ekonomi syariah dan sekaligus Badan Pelaksana Harian (BPH) Univesitas Muhammadiyah Magelang (Unimma), Rifqi Muhammad, mendukung penuh keinginan warga Muhammadiyah yang ingin mendirikann bank syariah.
Apalagi apa yang sudah dilakukan oleh BTM dan BPRS milik Muhammadiyah sebagai cerminan bila Muhammadiyah sebenarnya mampu mengelola lembaga keuangan syariah. Tinggal bagaimana ukuran lembaga keuangan tersebut dibesarkan untuk menjadi bank syariah yang kuat dan kokoh.
“Saya menyakini jika konsep Bank Syariah Muhammadiyah itu diseriusi dan memperoleh dukungan dari berbagai pihak, 2022 bisa diwujudkan,”terangnya.
Dengan adanya Bank Syariah Muhammadiyah, tambah Rifqi, akan mendukung pengembangan sektor riil yang mumpuni di Muhammadiyah dan sekaligus memudahkan bagi persyarikatan dalam monitoring dananya dengan baik.
“Berbeda jika ditempatkan di lembaga keuangan lain, banyak potensi sektor keuangan yang dinikmati pihak lain dan kurang memberikan kontribusi terhadap persyarikatan,”tandas Rifqi. *[Ril/voa-islam.com]