JAKARTA (voa-islam.com) - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mendukung rekomendasi MUI yang terutang dalam Tausiyah Akhir Tahun MUI 2020.
Terlebih poin pertama berkaitan dengan sikap Indonesia terhadap konflik Palestina-Israel dan isu normalisasi hubungan dengan Israel.
Ketua PBNU, KH Robikin Emhas menegaskan bahwa dukungan NU terhadap Palestina tidak berubah. Ia menjelaskan sejak diputuskan secara resmi melalui forum Muktamar NU ke-13 yang berlangsung 12-15 Juli 1938 di Menes, Pandeglang, Banten, hingga saat ini NU konsisten mendukung kemerdekaan Palestina. Karena itu, kiai Robikin mengatakan Indonesia tak perlu menjalin hubungan diplomatik dengan Israel selama belum mengakui kemerdekaan Palestina.
"NU memiliki berpandangan bahwa selama Israel belum mengakui kemerdekaan Palestina, maka Indonesia tidak perlu membuka hubungan diplomatik dengan Israel," kata kiai Robikin pada Jumat (25/12) sebagaimana dikutip dari republika.co.id.
Kiai Robikin mengatakan komitmen NU dalam membela kedaulatan Palestina dengan ibukota Yerussalem ditegaskan kembali pada Muktamar NU ke-33 pada 1-5 Agustus 2015. Selain itu sebagaimana rekomendasi MUI, PBNU juga mendorong terwujudnya penegakan hukum yang adil terhadap setiap warga negara.
Al-Quran begitu serius memberi perhatian mengenai keadilan. Demikian halnya konstitusi kita. Itulah mengapa setiap orang di mata hukum adalah sama dan sederajat (equality before the law).
"Tidak seorang pun boleh didiskriminasi oleh hukum karena perbedaan asal usul, warga kulit, etnis, jenis kelamin, dan agama misalnya. Untuk itu, akses terhadap keadilan harus dimiliki secara sama dan sederajat oleh setiap warga negara. Apakah keadilan di bidang hukum, ekonomi maupun lainnya," jelasnya.
Kiai Robikin mengatakan bahwa dalam melakukan penegakan hukum (law enforcement) harus dilakukan adil dan tanpa pandang bulu.
"Penegakan hukum harus dilakukan secara tegak lurus atau tidak boleh tumpul ke atas, namun tajam ke bawah atau dengan cara politik belah bambu (selected law enforcement). Perbuatan orang perorang yang menjadi objek hukum. Bukan status sosial dan ekonominya misalnya. Saya kira hal seperti itu yang harus diikhtiarkan bersama," katanya. [syahid/voa-islam.com]