JAKARTA (voa-islam.com) – Latar belakang ekonomi, sosial dan budaya mempengaruhi cara komunikasi dan pemahaman.
Karenanya, mubaligh dituntut memperhatikan pendekatan yang berbeda sesuai kondisi umatnya dalam berdakwah, termasuk dalam mendidik umat terkait zakat, infak dan sedekah.
“Pendekatannya harus positif, jangan negatif karena usaha literasi itu usaha dakwah, ud’u bil hikmah wal mau’idhatil hasanah wa jadilhum bilati hiya ahsan,” ujar Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir, Sabtu (27/2).
“Biarpun ada ancaman-ancaman surga dan neraka, tapi dalam edukasi yang mauidhah dan hasanah harus sampai ke jantung orang, mengetuk hati orang, dan mengetuk hati orang yang kaya itu berbeda dengan mengetuk hati orang yang biasa,” imbuhnya.
Dalam forum Public Expose Lazismu Pusat terkait Hasil Survei Indeks Literasi Zakat Warga Muhammadiyah, Haedar Nashir mengingatkan para mubaligh Muhammadiyah untuk memahami konteks ini agar dakwah Islam Muhammadiyah sukses di berbagai kalangan, terutama kelompok kaya, atau kelompok kekuasaan yang memiliki sensivitas egoisme lebih tinggi.
“Maka itu yang dikenal dengan dakwah bil ‘uqulihim atau sesuai derajat kedudukannya, bukan membeda-bedakan,” jelasnya sebagaimana dilansir dari laman muhammadiyah.or.id.
Muhammadiyah sendiri menurut Haedar Nashir mengutamakan pendekatan konstruktif (Muwajahah) daripada pendekatan konfrontatif (Mu’aradhah). Prinsip ini yang menurutnya perlu terus dipegang oleh mubaligh Muhammadiyah, termasuk berdakwah secara jernih dan menghindari pengaruh politik partisan dalam dakwahnya.
“Poin saya adalah pendekatan kita terutama pada mereka yang punya potensi tinggi adalah perlu cara dan pendekatan khusus, ini yang di Muhammadiyah disebut menggeser dari lil mu’aradhah pada pendekatan akomodatif konstruktif agar kita bisa mengubah kondisi,” jelasnya.
“Sesalah-salah orang, pasti ada penyesalan di hati kecilnya. Tapi kalau orang terus disalah-salahkan itu kan kehilangan eksistensi kesabaran dan manusianya,” imbuh Haedar. [syahid/voa-islam.com]