View Full Version
Rabu, 31 Mar 2021

Islamic Worldview: Senjata Ampuh Melawan Kontradiksi Liberalisme

BANDUNG (voa-islam.com) - Kepala Sekolah Pemikiran Islam (SPI) pusat, Akmal Sjafril, menjelaskan pentingnya seorang Muslim memiliki pandangan alam Islam atau Islamic Worldview sebagai senjata ampuh melawan kontradiksi liberalisme.

Hal tersebut ia sampaikan dalam diskusi literasi SPI Bandung angkatan ke-7 pada Jum’at (26/03) lalu. 

“Islamic worldview itu menjadi senjata kita dalam melawan liberalisme. Panduan indah antara akal dengan hati dan keimanan, tidak ada kontradiksi. Sebaliknya ketika tidak menggunakan pemikiran Islam, tidak pakai worldview Islam, pasti pemikirannya penuh dengan kontradiksi di mana-mana,” paparnya. 

Penulis buku Islam Liberal 101 itu memberikan contoh kasus kontradiksi yang terjadi oleh Islam Liberal yang berubah menjadi Islam Nusantara. 

“Orang yang dulu Islam Liberal sekarang berubah menjadi Islam Nusantara. Dulu mereka mengusung pemikiran yang katanya modernis, agama harus dihitung dengan akal, sekarang tiba-tiba menjadi tradisionalis dengan slogan 'budaya lokal'-nya. Contohnya kemarin soal minuman keras, dianggap sebagai kearifan lokal. Itu tidak masuk akal. Di kondisi tertentu kita disuruh menggunakan akal, sholat pakai akal. Giliran soal minuman keras engga. Itu namanya kontradiksi, kita harus menyadari itu,” jelasnya.

Peneliti INSIST itu menceritakan salah satu pengalaman yang pernah dirasakan oleh Prof. Rasjidi, menteri agama pertama Indonesia. Prof. Rasjidi diberikan pertanyaan tentang mengapa negara Islam miskin dan negara Kristen kaya raya. Namun Prof. Rasjidi tidak mejawab pertanyaannya tersebut. 

“Beliau tidak mengikuti alur permainannya karena pertanyaan yang diajukan itu salah.  Beliau menunjukkan kesalahan dari pertanyaan itu. Mereka bilang negara Islam miskin itu sampelnya Indonesia, Bangladesh, Somalia. Kenapa tidak berani bicara Qatar, Brunei Darussalam, tidak ada orang susah di sana. Papua Nugini negara yang sangat tidak aman, Brazil termasuk kasus penculikan tertinggi, Meksiko isinya bandar narkoba, itu negara Katholik. Kenapa negara Kristen ambilnya yang bagus sedangkan Islam yang jelek. Masalah itu ada di pertanyaannya karena cara mengambil sampelnya tidak adil,” tutur Akmal.  

Pria yang sedang menempuh Program Studi Doktoral Ilmu Sejarah Universitas Indonesia itu menyimpulkan kunci bagaimana melawan kontradiksi liberalisme.

“Jadi kita tidak perlu mengikuti permainan atau pola mereka. Kalau diikuti kita ditekan terus. Coba tekan balik mereka. Kita uji balik pertanyaannya. Argumentasi-argumentasi mereka itu salah ya karena landasan pemikirannya juga salah,”pungkasnya.

Mufid salah seorang peserta kuliah juga memberikan pandangannya mengenai pentingnya melawan kontradiksi liberalisme. 

“Sangat penting, karena berperan sebagai filter atau penyaring informasi di era globalisasi. Di mana banyak berita atau sumber ilmu yang memojokkan nilai-nilai Islam itu sendiri. Selain sebagai filter, aspek penalaran juga dapat berperan sebagai senjata untuk meng-counter isu-isu tadi. Menjadi lebih berhati-hati dalam menjawab pertanyaan sejenis yang bersifat menjebak, jangan asal langsung menjawab. Bisa diuji terlebih dahulu pertanyaannya untuk meng-counter maksud terselubungnya. Poinnya adalah cari kontradiksi dari pertanyaan yang ada dan tunjukkan di mana letak kesalahannya,” ungkap Mufid. [syahid/aditya/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version