View Full Version
Rabu, 04 Aug 2021

Tradisi dan Seni Budaya Rawan Menjadi Pintu Masuk Nativisme

BANDUNG (voa-islam.com) - Gerakan mengkerdilkan dan mengaburkan nilai-nilai Islam merupakan tantangan dakwah bagi umat Islam kini.

Nativisasi, kecenderungan untuk kembali kepada budaya leluhur, menjadi salah satu bentuk deislamisasi yang mengarah kepada hal berbau mistis dan kemusyrikan.

Tiar Anwar Bachtiar, M. Hum., ahli sejarah Nusantara dan peneliti Institute for the Study of Islamic Thought and Civilizations (INSISTS), menjelaskan nativisasi cenderung mengembalikan masyarakat pada nilai-nilai budaya dan mengesampingkan nilai-nilai agama Islam yang telah dianutnya.

Hal ini disampaikannya dalam pertemuan kedua semester 2 SPI Bandung angkatan 7 pada Sabtu, (24/07) melalui aplikasi Zoom.

“Dalam konsep nativisme, untuk menjaga budaya Indonesia, kepercayaan yang harus dianut oleh masyarakat adalah kepercayaan asli yang datang terdahulu sebelum agama-agama masuk ke Indonesia. Padahal, tidak ada satupun bukti sejarah yang dapat menjelaskan bagaimana leluhur Indonesia menganut kepercayaannya,”  ujarnya.

Menurut Tiar, salah satu pintu masuk untuk menanamkan nativisme adalah melalui kesenian budaya dan tradisi. Para pelaku kesenian budaya biasanya lanjut Tiar, melakukan ritual untuk mendatangkan ruh leluhur sehingga mendapatkan ‘pengajaran’ dari ruh leluhur dan dapat menjiwai tari, musik, dan lainnya.

“Ritual ini yang membahayakan akidah,” terangnya. 

Penulis buku Pertarungan Pemikiran Islam di Indonesia ini juga menjelaskan para penggerak dakwah masih jarang ada yang terjun di bidang kesenian dan kebudayaan sehingga tidak ada yang mendakwahi para pelaku kesenian tentang bahaya nativisme ini. Hal ini menyebabkan gerakan nativisasi semakin masif.

“Inilah tugas aktivis dakwah untuk terjun di bidang kesenian”, jelasnya.

Banyak sekali bentuk nativisasi yang dapat ditemukan dalam kehidupan sehari-hari.

Salah satu peserta SPI Bandung, Siti Robiah, menceritakan pengalamannya menghadapi nativisasi saat melakukan kajian lapangan Antropologi semasa kuliah.

“Dukun menggunakan baju ala Ustadz dan membacakan surat al-fatihah, kemudian berganti pakaian dan mengucapkan mantra-mantra sehingga banyak yang kerasukan dan dapat menari tradisional”, ungkapnya.

Sebagai penutup kuliah malam itu, Tiar menerangkan cara membentengi diri dan keluarga dalam menghadapi nativisasi. Ia menjelaskan.

“Caranya adalah dengan memperkuat imun dalam akidah. Pelajari tauhid, mengenal Allah, dan jaga ibadah!”, jelasnya. [hanif/syahid/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version