View Full Version
Rabu, 08 Sep 2021

Memahami Konsep Kebahagiaan dengan Memaknai Eksistensi Tuhan

BANDUNG (voa-islam.com) - Jum’at malam, (03/09), Sekolah Pemikiran Islam (SPI) Bandung angkatan ke-7 menggelar pertemuan ke-18 dalam kuliah bertajuk “Konsep Kebahagiaan”.

Narasumber yang dihadirkan adalah Dr. Wendi Zarman selaku direktur di Institut Pemikiran Islam dan Pembangunan Insan (PIMPIN) Bandung.

Sebelum memahami konsep kebahagiaan, Wendi memetik kutipan yang diucapkan oleh Yahya bin Muadz, salah satu sahabat Rasulullah SAW mengenai konsep kebahagiaan dengan memahami eksistensi Tuhan.

“Barangsiapa mengenal dirinya, sungguh ia mengenal Tuhannya. Orang yang paling dekat dengan diri kita adalah diri kita sendiri. Sehingga yang paling dekat adalah yang harus kita kenali terlebih dahulu sebelum kita mengenal lainnya. Maka pengenalan diri itu adalah bentuk rahasia kita mengenali pencipta kita,” ungkapnya.

Lebih lanjut Dosen Universitas Komputer (Unikom) itu menjelaskan hal itu bersesuaian dengan ayat al-Qur’an surat Fushillat ayat 53 mengenai eksistensi manusia sebagai tanda pengenalan kepada pencipta kita, Allah SWT. 

“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda kami di segala willayah bumi pada dirinya sendiri. Ayat ini menjelaskan Allah SWT menjelaskan alam ini adalah ayat termasuk diri kita sendiri termasuk ayat. Diri kita adalah sebagai sarana untuk memahami pencipta kita,” jelasnya. 

Penulis buku Pendidikan IPA Berlandaskan Keimanan itu membagi manusia menjadi dua unsur besar, yaitu Nafs al-Hayawaniyah yang mewakili hawa nafsu dan Nafs an-Natiqoh yang mewakili logika kepada kebenaran. 

“Manusia memiliki dua unsur yang menjadi Nafs al-Hayawaniyah dan Nafs an-Natiqoh, terkadang keduannya saling bertentangan. Nafs an-Natiqoh cenderung kepada Allah, mendekati kebenaran, sedangkan Nafs al-Hayawaniyah cenderung kepada hawa nafsu. Keadilan tercapai apabila an-Natiqoh mengendalikan al-Hayawaniyah yang merupakan suatu kebebasan untuk mencapai kebahagiaan bukan al-Hayawaniyah yang tidak terkendali sehingga mencapai keterbelengguan,” ujarnya.

Pria yang merupakan kelahiran Padang, Sumatera Barat itu memaparkan pengendalian terhadap al-Hayawaniyah dengan dilandasi syariat dan adab merupakan salah satu aspek tercapai suatu ketenangan yang akan menghasilkan kebahagiaan sejati.   

“Keteraturan An-Natiqoh mengendalikan Al-Hayawaniyah disertai pengetahuan syariat dan adab akan menghasilkan sebuah amanah. Jika amanah tertunaikan, dan telah terwujudnya keadilan, sehingga jiwa menjadi tenang (tu'maninah), maka di situlah tercapainya kebahagiaan,” papar Wendi.

Ahmad Hatim seorang peserta kuliah juga memberikan pandangannya mengenai konsep kebahagiaan.

“Menurut saya kebahagiaan itu adalah kondisi ketika manusia memiliki ketenangan dan ketentraman dalam jiwa batinnya. Mungkin akan sulit juga untuk mendefinisikan apa itu kebahagian tapi karena ketenangan dan ketentraman bisa dirasakan namun sulit digambarkan. Konsep kebahagaiaan sangat penting untuk diketahui sebab dengan mengetahuinya kita tidak terjebak dalam kebahagiaan yang semu yang saat ini banyak orang terjebak didalamnya,” pungkas Ahmad. [aditya/syahid/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version