BANDUNG (voa-islam.com) - Pernyataan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas yang menyebut bahwa Kementerian Agama (Kemenag) merupakan hadiah khusus dari negara untuk Nahdlatul Ulama (NU), bukan untuk umat Islam secara umum, pada Rabu (20/10), mendapatkan reaksi berbagai pihak.
Kader Muda PERSIS, Dr. Latif Awaludin turut menanggapi pernyataan tersebut. Menurutnya, pernyataan ini secara spesifik ahistoris.
“Justru sebaliknya, Kementrian Agama itu diusulkan oleh kelompok Islam modernis. Terutama dari kalangan Muhammadiyah,” kata Dr. Latif pada Ahad (24/10).
Hal itu terbukti dengan menteri agama pertama adalah H. M. Rasyidi. Beliau adalah kelompok Islam modernis alumni Al-Azhar, dan tentunya H. M. Rasyidi adalah tokoh Muhammadiyah.
Menurutnya, Kementerian Agama merupakan bentuk kompromi antara sistem negara, apakah Indonesia sekuler an sich atau negara agama. Kemenag ini sebagai jaminan kepentingan umat Islam.
Jadi, bukan hadiah untuk kelompok tertentu, melainkan komitmen bahwa negara Indonesia bukan negara sekuler, tetapi negara yang berumat beragama.
“Maka kalau ada yang mengeklaim bahwa Kemenag adalah khusus untuk NU, itulah pernyataan yang tidak tahu sejarah. Pernyataan ini sangat disayangkan tercetus di era yang sangat menghargai keberagaman dan kebhinnekatunggalikaan, serta di era pluralis dan modernisasi beragama,” tuturnya seperti dikutip dari laman resmi persis.or.id.
Dr. Latif, yang juga mantan Ketua Himpunan Mahasiswa PERSIS, mengungkapkan bahwa pernyataan ini dapat termasuk fanatik dan berbahaya bagi keberlangsungan hidup beragama di Indonesia.
Menurutnya, seharusnya pernyataan itu tidak dikampanyekan, karena dapat mengganggu serta mencederai keberlangsungan kehidupan keberagamaan, dan tidak menghargai kelompok-kelompok Islam lain.
Ia juga menilai, pernyatan Kemenag ini tidak baik untuk kenegarawanan ke depan, karena dapat dipandang mewakili kelompok. Dampak dari pernyataan Menag ini akan menimbulkan pernyataan serupa dari kementerian lain. Contoh, Kementerian Pendidikan itu milik Muhammadiyah, Kementerian Pariwisata milik orang Bali, dan sebagainya.
“Kalau petanya seperti ini, akan menjadikan negara ini terpecah-pecah dan kampanye kebhinnekatunggalikaan serta keberagaman akan ternodai,” ungkapnya.
Latif juga berharap, ke depan, sebagai menteri harus berhati-hati. Jangan mengeklaim terhadap kelompok-kelompok tertentu, karena negara ini bukan milik kelompok melainkan milik semua rakyat Indonesia.
“Jangan ada politisasi Kemenag untuk kelompok tertentu, hingga kebijakan di bawahnya, seperti KUA, Penyuluh Agama sampai Perguruan Islam dan Pesantren harus dari kelompok tertentu, dan setiap program-program untuk kelompok tertentu,” pungkasnya. [syahid/voa-islam.com]