View Full Version
Senin, 01 Nov 2021

Halaqah Zoomiyah PD PERSIS Kota Bekasi: Natsir, Islam, dan Keindonesiaan

BEKASI (voa-islam.com) - Bidgar Garapan Dakwah PD PERSIS Kota Bekasi menyelenggarakan Halaqah Zoomiyah pada Sabtu (30/10/21) malam. Kegiatan tersebut diisi dengan membedah buku "Menafsir Natsir; Kontekstualisasi Pemikiran Mohammad Natsir dalam Wacana dan Gerakan Kontemporer" karya Wildan Hasan.

Wildan Hasan merupakan aktivis muda cum intelektual, anak ideologis natsir, praktisi pendidikan, dan pemerhati peradaban Islam. Ia juga konsisten dengan karya-karyanya seputar pemikiran keislaman. 

Seyogianya Ketua PD Persis Kota Bekasi Drs. KH. Beben Mubarok, MA akan memberikan sambutan, tapi karena satu dan lain hal, beliau urung untuk turut sumbang saran dalam bedah buku tersebut. Sebanyak 60 peserta yang terdiri dari anggota dan simpatisan Persis, aktivis, dan intelektual muda muslim, serta pegiat literasi hadir dalam acara tersebut.

Wakil Ketua Umum PP Persatuan Islam Dr. KH. Jeje Zaenudin, M.Ag. bertindak selaku keynote speaker. Dalam penyampaiannya, beliau langsung "menghajar" isi buku tersebut dengan beberapa saran, masukan, dan kritik.

Pertama, menurutnya, sebaiknya buku tersebut dilengkapi dengan pengantar atau komentar dari stakeholder Dewan Dakwah besutan Pak Natsir.

Kedua, sebaiknya dielaborasi lebih mendalam tentang formulasi atau kontekstualisasi pemikiran Natsir dalam masalah-masalah kekinian, misal konsentrasi beliau di bidang dakwah, pendidikan dan politik; atau tiga pilar dakwah, yakni masjid, pesantren, dan kampus. 

“Ketiga, diperlukan keberanian penulis untuk membuat buku ini lebih ilmiah-intelektual dengan kerangka metodologis yang tepat,” ungkapnya.

Sebagai sebuah diskusi ilmiah, bedah buku ini dimaksudkan untuk mengkonfirmasi penulis terkait dengan beberapa hal. Pertama, kegelisahan akademik yang melatarbelakangi ditulisnya buku tersebut dan mengapa Natsir dipilih sebagai tokoh yang layak ditulis, dikaji, atau secara spesifik ditafsir ulang pemikirannya?

Kedua, teori atau pendekatan apa yang dijadikan sebagai pisau analisis dalam menafsirkan pikiran Natsir ini. Ketiga, bagaimana model formulasi pemikiran Natsir yang ditawarkan penulis terhadap audiens, konteks, dan masyarakat hari ini.

Diskusi dimulai dengan paparan penulis buku sekaligus menjawab irisan pertanyaan di atas. Kemudian dilanjutkan dengan pertanyaan dan tanggapan dari audiens dan penanggap yang berasal dari aktivis, akademisi, dan politisi. Di antaranya, Hadi Nur Ramadhan, Yanuardi Syukur, dan Ustaz Nurhakim Zaki. 

Mereka semuanya saling melengkapi, satu dan lainnya menyoroti pemikiran Natsir sesuai dengan kapasitas intelektual masing-masing. Pada kulminasinya, bermuara pada keinginan kuat untuk mengontekstualisasi pemikiran Natsir guna menyelesaikan isu-isu kontemporer. 

Berdasarkan paparan pembicara kunci, penulis buku, dan para penanggap disimpulkan beberapa poin berikut:

1. Dari sisi metodologis, buku tersebut termasuk kategori al-Qiroah al-Mughridhah (pembacaan ideologis-tendensius). Secara eksplisit penulis mengakui bahwa penulisan buku ini cenderung subjektif, dikarenakan adanya kesamaan visi dan misi hidup penulis dengan Natsir, serta tertarik untuk meneladani Natsir dengan berusaha menafsir pikiran-pikiran Natsir; 

2. Dari sisi konten, fungsi implikasi (implicative function) buku ini tampak kuat. Penulis berusaha memberikan pemahaman pemikiran Natsir di masa lalu kepada pembacanya di masa kini; 

3. Pemikiran Natsir tak hanya terbatas pada dakwah, politik, dan pendidikan. Namun, beliau juga concern terhadap pertanian, perburuhan, dan diplomasi internasional. Hal itu dibuktikan dengan karya-karya dan legacy beliau tentang hal tersebut. 

4. Diperlukan kajian komprehensif tentang pemikiran Natsir yang lebih rasional, empiris, dan sistematis. Sehingga, dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah-intelektual, dan bisa dijadikan rujukan dalam menyelesaikan persoalan-persoalan umat masa kini.


latestnews

View Full Version