BANDUNG (voa-islam.com) - “Barat mengatakan bahwa wahyu itu mustahil utuh karena melalui beberapa perantara. Mustahil bahasa langit itu sama dengan bahasa bumi,” kata Dr. Nashruddin Syarief M.Pd.I, pemateri dalam kuliah ke-7 Sekolah Pemikiran Islam (SPI) Bandung, Kamis malam (13/10).
Pada pertemuan di Mssjid Istiqamah Jl. Citarum Bandung tersebut, Dr. Nashruddin, yang merupakan Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam PERSIS Bandung, menyampaikan materi tentang wahyu dan kenabian. Dr. Nashruddin pun berujar bahwa kemustahilan kesamaan bahasa langit dan bumi inilah yang menjadi dasar Barat menggunakan hermeneutika untuk menafsirkan al-Qur’an.
“Wahyu dipahami oleh Barat sebagaimana wahyu dalam ajaran agama Kristen, yakni sebagai firman Tuhan yang diinterpretasikan oleh nabi, diinterpretasikan oleh murid-muridnya, lalu dituliskan sebagai teks manusiawi,” ungkap penulis buku Menangkap Virus Islam Liberal itu.
Hal itulah yang menurut alumni Program Pascasarjana Universitas Ibnu Khaldun itu, menjadi sebab kenapa Bibel itu teksnya ada banyak, meski yang diakui hanya ada 4 kitab, yaitu Matius, Markus Lukas, dan Yohanes.
“Pergeseran makna wahyu membuat berbagai pemahaman yang menyesatkan tentang al-Qur’an di tengah-tengah umat bahwa tidak mungkin selama 14 abad teks ini (al-Qur’an) tidak berubah atau dirubah. Teks al-Qur’an harus disesuaikan dengan zaman,” ungkapnya.
Padahal hakikatnya al-Qur’an itu bukanlah teks melainkan lafal atau disampaikan secara oral. Hingga saat ini bacaan al-Qur’an tidak berubah dan terpelihara karena adanya sanad, tegas Dr. Nashruddin.
Hadiyan, salah seorang peserta kuliah, mengatakan bahwa di zaman serba sekuler ini sangat perlu ada kajian semacam ini.
“Muslim banyak yang tersesatkan dengan pemikiran Barat yang mengatakan bahwa teks al-Qur’an itu hanyalah dogma dan tidak ilmiah. Padahal kalau mau diteliti lebih dalam justru sebaliknya. Hal-hal semacam inilah modal penting bagi umat Islam untuk membalas serangan pemikiran dari Barat,” ujarnya. [utama/syahid/voa-islam.com]