View Full Version
Selasa, 25 Oct 2022

Islam Adalah Agama Yang Selaras Dengan Fitrah Manusia

JAKARTA (voa-islam.com) - Rabu (20/10) Kursus singkat Sekolah Pemikiran Islam (SPI) Jakarta telah memasuki pekan kelima.
 
Bertempat di Aula Imam al-Ghazali, Institute for the Study of Islamic Thought and Civilization (INSISTS), pertemuan ini dihadiri oleh puluhan peserta dari berbagai wilayah di Jabodebek. Ibnu Muhammad Hamri selaku moderator membuka kegiatan secara interaktif.
 
Tema yang diusung pada pertemuan ini adalah Tauhidullah dan disampaikan oleh Akmal Sjafril, S.T., M.Pd.I. Para peserta diajak mengenal beragam konsep ketuhanan dalam sejarah peradaban manusia. Pendiri SPI ini menyatakan.
 
“Dari kecil terkadang muslim tidak memiliki pembanding karena hanya mengetahui konsep Islam saja. Mereka seringkali inferior dan tidak paham betapa luar biasa agamanya sendiri. Sedangkan, mualaf terkadang mereka lebih bersemangat. Sebab, orang yg pernah terjerumus kejahilan seringkali lebih mengerti harga dari sebuah hidayah,” ungkapnya.
 
Bapak dua anak ini mengungkap konsep ketuhanan yang dianut manusia sejak dulu. Dimulai dari masa Yunani Kuno, mereka mempercayai adanya dewa-dewi yang saling berebut kekuasaan dan kekuatan hingga saling bunuh.
 
Sebagaimana diceritakan dalam buku Theogony karya Hesiod, Zeus salah satu dewa terkuat Yunani memakan istri pertamanya Metis karena diramalkan akan melahirkan anak yang akan menjadi penguasa manusia. Tidak jauh berbeda dengan ayahnya Kronos yang menelan anaknya sendiri, begitu juga kakeknya Uranus yang memasukan anaknya setelah dilahirkan, karena khawatir kekuatannya tersaingi oleh keturunannya sendiri.
 
Pria berdarah minang ini menerangkan bahwa konsep ini jauh berbeda dengan konsep Islam, yang menjelaskan bahwa Allah SWT itu satu, tidak beranak dan diperanakkan. Tidak ada perebutan kekuasaan, karena Allah SWT itu Tuhan yang tunggal dan tidak memiliki tandingan. Sebagaimana tercantum dalam QS. Al-Ikhlas yang artinya, “Katakanlah (Muhammad), Dialah Allah, Yang Maha Esa.”
 
Menurut Akmal, dalam mitologi Yunani Kuno juga dikisahkan bahwa para dewa seringkali melakukan kesalahan, memiliki pengetahuan terbatas, hanya berpihak pada kekuatan, dan sering melakukan penyelewengan. Inisiator gerakan #IndonesiaTanpaJIL ini memantik proses berfikir peserta dengan pertanyaan.
 
“Jika Tuhan Anda demikian, darimana Anda belajar nilai-nilai kebaikan, kebijaksanaan, kelembutan, dan pengampunan?" Para peserta pun tampak termenung dan tergugah oleh pertanyaan tersebut.
 
Lebih lanjut, Akmal mengajak para peserta mengenali konsep Tuhan berikutnya yang dikenal manusia, mencakup trinitas, penyaliban Yesus, politeisme (Tuhan yang banyak), sistem kasta ajaran Hindu, dan sebagainya.
 
Secara jeli, Akmal menerangkan bukti-bukti kekeliruan dalam pemahaman masing-masing konsep ketuhanan tersebut dengan pemaparan yang logis. Mahasiswa pendidikan doktor Ilmu Sejarah Universitas Indonesia ini juga mengulas perbandingan konsep ketuhanan Islam dengan konsep-konsep ketuhanan lainnya yang keliru.
 
Penulis buku Islam Liberal 101 itu menegaskan bahwa dalam memahami agama, kita memerlukan akal. Menurut Prof. Al-Attas, fungsi akal adalah mempertebal keimanan. Sehingga dapat menjadi lapis-lapis keyakinan yang sulit digoyahkan.
 
“Islam merupakan agama yang mudah dipahami oleh akal, dari tingkat inteligensi terendah hingga tertinggi. Yang berbeda hanya tingkat kedalaman penelaahannya saja, namun tetap menghasilkan kesimpulan yang sama,” ungkap peneliti INSISTS itu.
 
Menurutnya, hal ini dikarenakan Islam merupakan agama yang selaras dengan fitrah manusia. Pengaturan sempurna dan cemerlang yang dimiliki Islam dapat membuat peradaban umat manusia maju,  dan itu terbukti dari catatan-catatan emas sejarahnya.
 
Widi Rahayu salah satu peserta SPI Jakarta angkatan 12, memberikan ulasan positif pada pertemuan ini.
 
“Materinya menurut saya sangat seru. Sebelumnya saya sudah pernah belajar mengenai konsep tauhid juga di asrama, namun saya belum mempelajari konsep ketuhanan lain yang ternyata begitu absurd. Setelah belajar konsep ketuhanan ini secara komprehensif, makin menguatkan iman. Saya menjadi yakin, bahwasannya Islam lah agama yang masuk akal dan jelas di indra akal manusia,” ungkap mahasiswa jurusan filsafat Universitas Indonesia ini. [salimah/syahid/voa-islam.com]

latestnews

View Full Version