BANTUL (voa-islam.com)--Pembangunan Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) terus tak kenal henti. Ketua Umum PP Muhammadiyah Haeder Nashir pun hampir tidak ada waktu luang selain untuk melakukan peresemian-peresmian atau peletakan batu pertama pembangunan AUM di berbagai daerah di Indonesia.
Haedear mengajak agar spirit ini jangan sampai padam. “Nah, spirit ini tidak boleh padam dalam perjuangan apapun, membangun masjid, sekolah, bahkan dalam kehidupan kebangsaan. Dan kehidupan kebagsaan juga perlu spiritualitas itu,” tutur Haedar, Senin (31/10) di acara Peresmian Masjid Husnul Khatimah, Kasihan Bantul dilansir laman Muhammadiyah.or.id.
Haedar tak menampik jika ada warga Muhammadiyah yang selalu bersemangat membangun dan berlelah-lelah beramal shalih nyata di Muhammadiyah. Bagi masyarakat modern mungkin hal ini tidak masuk akal.
“Ketika kita bergerak di Muhammadiyah ada juga yang khoriqul adab dari pagi sampai sore sampai seterusnya. Kalau dipikir-pikir juga ngapain seorang dokter mau menjadi takmir masjid dan seterusnya, banyak seperti itu, kita juga sama, itu ada nilai, ada value yang berharga dari diri kita yang menggerakkan kita menginfaq-sedekah,” ungkapnya.
Meski dengan banyaknya proyek pembangunan AUM untuk kemanfaatan yang luas dan lebih baik, Haedar Nashir mengingatkan kepada warga Muhammadiyah supaya dalam bersedekah tidak dengan cara yang ekstrim seperti yang diajarkan oleh salah satu ustadz kondang tanah air.
Menurutnya, sikap ekstrim dalam segala hal itu tidak baik, termasuk dalam berzakat, infaq dan sedekah.
Dalam pandangan Haedar, memang sedekah banyak itu baik, tapi harus ada perhitungan lain, sebab dalam harta yang dimiliki itu juga ada hak bagi keluarga dan seterusnya. Oleh karena itu, harus proporsional dengan tidak menegasikan kewajiban zakat itu sendiri atau membelanjakan harta di jalan Allah SWT.
“Gerakan kita menginfaq shadaqahkan apa yang kita miliki atau bahkan mungkin sebagian besar yang kita miliki, tapi kalau seluruhnya tidak boleh. Kalau kita dapat rejeki dari Allah kita manfaatkan untuk keperluan kita lalu sebagian untuk berinfaq bersedekah,” imbuhnya.
Namun demikian, dalam berzakat, infaq dan sedekah tidak boleh diakal-akali. Harus sesuai dengan kondisinya. Jika penghasilannya atau hartanya banyak, tentu zakat, infaq dan sedekahnya juga banyak.
Pun bagi yang hartanya sedikit, harus proporsional, tidak kemudian menyedekahkan seluruh hartanya. Sebab, yang diterima oleh Allah SWT itu bukan nominalnya. Jadi bagi yang berkekurangan harta tidak perlu risau untuk tetap bersedekah.Beribadah kepada Allah SWT, baik itu melalui sedekah maupun ibadah-ibadah yang lain, imbuh Haedar, akan melahirkan etos hidup bagi seorang muslim.
“Beribadah kepada Allah itu melahirkan etos hidup kita, panggilan hidup kita ini menjadi penuh makna,” tutur Haedar.*[Syaf/voa-islam.com]