JAKARTA (voa-islam.com) - Komisi Fatwa MUI mengeluarkan fatwa terbaru nomor 38 tahun 2023 tentang Hukum Wanita Menjadi Khatib dalam Rangkaian Shalat Jum’at. Fatwa ini menegaskan bahwa shalat Jum’at yang khutbahnya dilakukan oleh wanita di hadapan laki-laki hukum khutbah dan shalat jum’atnya tidak sah.
Fatwa yang ditetapkan tanggal 13 Juni 2023 ini hadir karena muncul pertanyaan dari masyarakat tentang hukum seorang wanita menjadi khatib dalam rangkaian shalat Jum’at. Pertanyaan seperti itu, muasalnya adalah pernyataan pimpinan Pondok Pesantren Al Zaytun, Panji Gumilang, dalam cuplikan video yang menyatakan bahwa wanita boleh menjadi khatib saat shalat Jum’at.
“Karena itu, MUI memandang perlu menetapkan fatwa tentang hukum wanita menjadi khatib dalam rangkaian shalat Jum’at sebagai pedoman,” ujar Ketua MUI Bidang Fatwa, KH Asrorun Niam Sholeh, saat menjelaskan kepada MUIDigital, Kamis (22/06/2023).
Fatwa ini memaparkan bahwa shalat Jum’at adalah kewajiban muslim laki-laki dan mubah (boleh) dilakukan untuk perempuan. Di dalam Shalat Jum’at ada salah satu rukun yang bernama khutbah. Sebagai rukun, maka khutbah ini kedudukannya begitu penting dan tidak dapat ditinggalkan.
“Khutbah merupakan bagian dari ibadah mahdlah yang harus mengikuti ketentuan syariat di antaranya harus dilakukan oleh laki-laki, khutbah jumat yang dilakukan wanita di hadapan jamaah laki-laki hukum khutbahnya tidak sah,” ujar
Karena posisi khutbah sebagai rukun shalat Jum’at, maka khutbah yang dilakukan wanita di hadapan laki-laki juga membuat hukum shalat Jum’atnya tidak sah.
“Meyakini bahwa wanita boleh menjadi khatib dalam rangkaian shalat jumat di hadapan jamaah laki-laki merupakan keyakinan yang salah, wajib diluruskan, dan yang bersangkutan wajib bertaubat,” ungkap Guru Besar UIN Jakarta itu.
Melalui fatwa tersebut, MUI mengimbau umat Islam berpegang teguh pada ajaran agama yang lurus dan mewaspadai berbagai bentuk penyimpangan.
“Umat Islam diharapkan berhati-hati dalam memilih tempat Pendidikan untuk anak-anak mereka dan negara wajib menjamin perlindungan terhadap ajaran agama dari penyimpangan, penodaan, maupun penistaan, ”ujar Kiai Niam menyampaikan isi Fatwa tersebut. (Junaidi/Azhar)