JAKARTA (voa-islam.com) - Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Arif Fakhrudin menekankan pentingnya bahasa dalam menyampaikan dakwah di era digital. Dalam hal ini, Kiai Arif berusaha memotret dakwah dari sudut pandang falsafah kekinian.
Bahasa dakwah adalah kemampuan memahami konteks dan strategi objek dakwah. Menurutnya, era digital identik dengan kebenaran simulakra (symulacrum), di mana kebenaran semakin kabur dan objektivitas menjadi samar.
“Kita sudah memasuki era simulakra, era biasnya kebenaran. Era tidak jelas mana yang benar dan mana yang salah, Era simulakra inilah yang saya katakan menjadi tantangan bagi para dai. Kebenaran-kebenaran itu saling tarik menarik tergantung dari nasab dan kekuasaan yang mana,” kata kiai Arif dalam Halaqah Dai oleh Komisi Dakwah, Kamis (27/7/2023).
Dalam ceramahnya itu, Kiai Arif menjelaskan fase di mana bahasa memainkan peran penting dalam memperoleh pemahaman, termasuk paham keagamaan.
Di era saat ini, kata Kiai Arif, bahasa menginterpretasi dan merekonstruksi agama dalam aneka paham keagamaan. Akibatnya, umat akan disuguhkan dengan sejumlah paham dan klaim-klaim kebenaran. Di sinilah penguasaan bahasa dakwah memainkan peran.
“Nah, orang yang bisa menyampaikan pesan-pesannya dengan bahasa yang baik dan tepat, dialah yang akan bisa menyampaikan ilmu dan pemahamannya,” terangnya.
Wasekjen MUI itu menyampaikan hal tersebut sebagai narasumber dalam kegiatan Halaqoh Dai Komisi Dakwah MUI yang bertajuk: Peningkatan Peran Dai dalam Mengantisipasi Dampak Digitalisasi IT yang digelar pada Kamis (27/7/2023).
Halaqoh Dai tersebut menghasilan lima rekomendasi yang dibacakan langsung oleh Ketua Komisi Dakwah MUI KH Ahmad Zubaidi: