JAKARTA (voa-islam.com) – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menilai masih terdapat adanya kesalahan prosedur yang terjadi dalam kasus pulau Rempang. Jika memang prosedur telah dipenuhi seluruhnya, maka tidak akan mungkin terjadi konflik lahan dan kekerasan.
Hal ini disampaikan oleh Wakil Ketua Komnas HAM Pramono U. Tanthowi dalam Silaturahmi dan Tukar Pikiran terkait Penyelesaian Masalah Pulau Rempang. Kegiatan tersebut diselenggarakan oleh Dewan Pimpinan MUI di Aula Buya Hamka MUI, Jumat (06/10/2023).
“Komnas HAM telah menerima pengaduan dari masyarakat Pulau Rempang tercatat pada 2 Juni 2023. Sejak saat itu, kami mulai melakukan beberapa komunikasi dengan berbagai pihak merespons pengaduan masyarakat tersebut,” katanya dalam sesi diskusi.
Setelah menerima laporan masuk, Komnas HAM menemukan beberapa pelanggaran HAM dalam aduan yang masyarakat sampaikan. Pelanggaran tersebut di antaranya terkait tempat tinggal dan hak atas tanah.
Pramono menuturkan pasca laporan pengaduan yang diterima, pada 7 September 2023 Komnas HAM bersurat para stakeholder mulai dari Gubernur Kepulauan Riau hingga Kepala BP Batam untuk melakukan Pertemuan Pra Mediasi. Sampai saat ini, mereka masih terus berupaya mendampingi masyarakat di Pulau Rempang.
“Upaya komunikasi kami lakukan bahkan dengan berkunjung langsung ke Kepri. Kami menggali informasi dari masyarakat, aparat setempat dan juga warga yang sempat ditahan,” bebernya.
Lebih lanjut, Pramono menyampaikan bahwa penggusuran ataupun pengosongan lahan harus sesuai dengan prinsip HAM. Tidak boleh terdapat ancaman kepada masyarakat bahkan kekerasan untuk melaksanakan penggusuran suatu lahan.
“Penggusuran boleh dilakukan tetapi perlu dicatat ini adalah upaya terakhir yang ditempuh. Perlu ada assessment, ditinjau kembali dampaknya apa bagi masyarakat. Sebab kita tidak bisa mengabaikan perihal tempat tinggal, mata pencaharian, hingga pendidikan masyarakat yang terdampak,” pungkasnya. (MUID)