BANDUNG (voa-islam.com) - Pertemuan ke-delapan Sekolah Pemikiran Islam (SPI) Bandung diselenggarakan pada Kamis malam (17/10/2024) di Ruang Tafsir Masjid Istiqomah Bandung. Kepala SPI Pusat, Akmal Sjafril, yang menjadi pemateri dalam kesempatan ini memandu kelas dengan tajuk Diskusi Literasi. Diskusi literasi dilakukan dengan cara mengkritisi salah satu artikel wawancara dari seorang tokoh perempuan yang menganut spiritualisme, Julia Indiati Suryakusuma, sebagai topik pembahasannya.
“Tidak ada yang namanya kalimat netral, setiap perkataan ada maksudnya,”ujar Akmal.
Dalam kelas malam itu, Akmal menyampaikan tentang teknik close reading yang digunakan dalam dunia literasi. Close reading adalah metode analisis teks yang mendalam, bertujuan untuk memahami makna dan nuansa yang mungkin terlewat dalam pembacaan biasa. Teknik ini menekankan pada perhatian terhadap detail, struktur, dan bahasa yang digunakan dalam sebuah teks. Metode ini biasanya dilakukan dengan membaca teks beberapa kali. Pada pembacaan pertama, pembaca mendapatkan gambaran umum. Pada pembacaan kedua, fokus dialihkan ke elemen-elemen tertentu seperti penggunaan kata, metafora, dan struktur kalimat. Pada tahap selanjutnya, pembaca merenungkan makna yang lebih dalam dan menghubungkannya dengan konteks yang lebih luas. Akmal berpendapat bahwa metode ini bisa digunakan untuk menganalisis pemikiran-pemikiran sesat dari pihak-pihak yang sering menyerang Islam, yang mana sering dikemas dalam narasi yang menarik.
“Kalau kita terbiasa melakukan close reading, kita akan lihat bahwa musuh-musuh kita itu sebenarnya isi kepalanya berantakan,” ujar Doktor Ilmu Sejarah Universitas Indonesia tersebut.
Perkuliahan malam tersebut disambut dengan antusiasme murid SPI Bandung yang hadir. Murid-murid menyampaikan argumen dan perspektifnya tentang artikel wawancara yang dibagikan dengan menggunakan teknik close reading. Hal ini tergambar dalam sesi diskusi yang berlangsung di kelas.
“Kelas semalam itu menurutku sangat menarik, karena beda dari penyampaian biasanya. Kita diminta untuk mengomentari artikel mengenai seseorang yang sesat pikir secara langsung, dan menemukan kejanggalan kejanggalan yang biasanya tidak ngeh kalau hanya baca sekali, cukup menantang jiwa kritis yang yang saya punya hehe,” komentar Fadhila, salah satu murid yang hadir dalam pertenuan tersebut.
Terakhir, Akmal tidak lupa untuk mengingatkan kepada para murid untuk menjadi lebih berani dalam memerangi pemikiran-pemikiran keliru tersebut lewat karya, prestasi dan kemampuan yang dimiliki. Ia menegaskan bahwa jika orang-orang yang keliru berani melakukan tindakan dan menyampaikan narasi-narasi sesat mereka, maka orang-orang yang berpegang pada jalan yang benar sesuai tuntunan Al-Qur'an dan hadist harus lebih berani lagi dalam menegakkan kebenaran dan mengingkari kezaliman.
“Kalau yang berantakan aja bisa begini-begitu, harusnya kita bisa lebih baik donk. Mereka bisa bikin buku, berani ngisi seminar, berani kuliah tinggi-tinggi, maka kita juga gak boleh surut dari tantangan. Insya Allah kita bisa lebih baik dan lebih layak daripada mereka,” tutupnya. (RA/Ab)