BANDUNG (voa-islam.com) - Sekolah Pemikiran Islam (SPI) Bandung kembali menyelenggarakan kuliah pada Kamis (26/12/2024) malam. Pertemuan ke-4 yang berlangsung di Ruang Tafsir Masjid Istiqomah Bandung itu mengusung materi Fitnah Kubra di masa para sahabat.
“Kemenangan yang sebenarnya bukan kemenangan materi, tapi kemenangan maknawi dulu. Orang yang mati di jalan Allah adalah orang-orang yang hidup di jalan Allah, sampai ia mati dijalan Allah. Mereka orang-orang yang mempertahankan iman mereka, meskipun mereka tidak sempat melihat kemenangan yang diharapkan,” ujar Ahmad Rofiqi, Pendiri Pesantren Tamaddun Jatinangor.
Dalam kelas malam itu, Ahmad tidak hanya memaparkan konsep dasar fitnah dan karakteristiknya tetapi juga bercerita tentang tragedi-tragedi penting yang terjadi pada masa para sahabat nabi pasca pemerintahan Umar bin Khattab. Makna dari fitnah itu sendiri adalah suatu ujian atau kondisi yang menampakkan dan menjelaskan kondisi manusia dari segi baik dan buruknya, menciptakan kebingungan dan ketidakpastian antara yang haq dan yang batil. Munculnya fitnah yang menyebabkan tragedi-tragedi besar itu secara umum dimulai dari mulai terkikisnya keislaman umat pada masa itu yang kemudian dimanfaatkan oleh tokoh-tokoh yang tidak terima dengan pemerintahan umat Islam.
“Ketika masyarakat Arab primitif menerima kehadiran Islam, Jazirah Arab berubah menjadi peradaban dengan sistem masyarkat yang maju dalam waktu yang cepat. Bisa merebut bagian wilayah kekuasan 2 imperium dunia. Inti masalah awal fitnah adalah tidak semua wilayah yang ditaklukan menerima Islam dengan baik, contohnya kelompok Sabaiyah. Kelompok ini tidak berani muncul di masa Umar karena karakter Umar. Mereka yang tidak bisa membalas saat masa umar maka mereka memanfaatkan kesempatan pada masa Utsman dan melakukan kerusakan dari dalam,” jelas alumni Program Studi Qur’an di Kuliyah Dakwah Islam Tripoli Libya itu.
Pertemuan keempat kelas SPI Bandung semester genap ini memberikan pemahaman baru bagi para murid melalui kronologi sejarah yang dipaparkan. Mereka sadar bahwa ternyata kurangnya keimanan dalam menghadapi fitnah bisa berdampak kehancuran bagi umat. Hal ini tergambar dari sesi tanya-jawab di kelas dan saat wawancara.
“Kelas semalam secara keseluruhan mengenai fitnah kubro ini sangat bikin deg-degan sebenarnya. Bisa jadi hari ini kita pun nggak terlepas dari yang namanya fitnah ini, yang bikin kita suatu waktu merasa gamang terhadap kebenaran, dalam hal ini mungkin bentuknya beragam, ya,” ujar m, salah satu murid yang hadir dalam kelas malam itu.
Istiqillah memberi contoh tentang isu yang kerap terjadi, mengenai orang yang mengaku alim atau sebagai penghafal Al Quran, tapi ucapan pendapatnya tidak merepresentasikan ilmu yang dipelajari maupun Al Quran yang dihafal. “Bagi orang awam pasti gamang mengenai hal ini. Aku cuma bisa bernafas panjang mencoba untuk menerima karena pasti ada hikmahnya dan berdoa kepada Allah agar terselamatkan dari fitnah apapun. Semoga kita termasuk orang-orang yang shalih dan teruji keshalihannya,” tambah Istiqillah..
Ahmad juga mengingatkan para murid untuk senantiasa meminta perlindungan pada Allah dari fitnah kubra dan supaya keimanan kita sebagai umat muslim terjaga sebagaimana keimanan penduduk Syam yang dinubuwatkan oleh Nabi. “Jika kita hidup di zaman mereka belum tentu kita selamat. Makanya kita berdoa pada Allah akan perlindungan dari fitnah agar iman selamat di masa kini,” tutup Ahmad. (Rifka Afwani/Ab)