BANDUNG (voa-islam.com) - Pertemuan ke-18 Sekolah Pemikiran Islam (SPI) Bandung berlangsung pada Kamis (23/01/2025) di Masjid Istiqamah, Bandung. Dalam pertemuan kali ini, SPI menghadirkan materi “Manusia dan Kebahagiaan” yang meski terdengar fundamental dan filosofis, tetapi kerap terlewat dipahami oleh kebanyakan umat Islam.
“Imam Al-Ghazali sudah pernah nge-spill jalan memperoleh kebahagiaan. Ada empat: kenal diri, kenal Tuhan, kenal dunia, dan kenal akhirat,” ungkap pemateri Dr. Wendi Zarman.
“Mengenali diri sendiri itu yang paling penting,” imbuh Direktur Institut Pembangunan Islam dan Pembinaan Insan (PIMPIN) Bandung itu, “bagaimana kita bisa mengenal Tuhan, dunia, bahkan akhirat, ketika kita bahkan tidak mengenali diri sendiri?”
Dosen Universitas Komputer Indonesia (Unikom) itu juga memaparkan konsep kebahagiaan menurut SMN Al-Attas, “Makna kebahagiaan dalam Islam terkandung dalam istilah sa’adah yang memiliki pertalian dengan dua dimensi kewujudan: kewujudan di akhirat (ukhrawiyyah) dan kewujudan di dunia (dunyawiyyah).”
Wendi menjelaskan bahwa bahasan ini hampir tidak mungkin ditemukan dalam diskursus golongan ateis maupun sekuler. Dalam mengatasi kehidupan yang tragis, kebanyakan dari mereka memilih untuk tidak membicarakannya dan memilih berbagai pelarian sebagai bentuk pengalihan, meski tahu suatu saat pasti akan menghadapinya.
Dalam mengenali diri sendiri untuk mencapai kebahagiaan, salah satu peserta di kelas hari ini Azka Khalishaturrahmah berpendapat, mengenali diri sendiri menjadi salah satu langkah yang paling relevan untuk menjadi awal mengenali kebahagiaan. “Manusia jadi mengetahui tujuan penciptaan kita dan potensi diri sebagai landasan untuk memperoleh kebahagiaan,” ungkap Azka setelah menyimak pemaparan materi.
Kelas hari ini juga dihadiri oleh alumni dari angkatan-angkatan sebelumnya, salah satunya Dini Rahmayani yang merupakan alumni angkatan 9. Menurutnya, kelas hari ini seakan menjadi penerang bagi jalan yang saat ini sedang dilaluinya.
“Ternyata aku butuh dua kali kelas ini untuk memahami maksud dari kebahagiaan yang haq. Aku jadi sadar juga kalau ternyata kita perlu menjalankan kebahagiaan kita dulu untuk tahu benar-salahnya. Kayak lagi dievaluasi, apakah selama ini aku bahagia atau tidak dengan tolak ukur yang Ustadz Wendi sampaikan?” ungkapnya ketika ditanya begitu kelas berakhir.
“Alhamdulillah, ternyata aku bahagia. Walau tetap ada capeknya, tapi jadi semakin bersyukur.” imbuhnya dengan wajah berseri-seri. (Hana Sausan/Ab)