JAKARTA (voa-islam.com) - Sorotan tajam datang dari Ketua MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH Cholil Nafis, terhadap program Makanan Bergizi Gratis (MBG). Dalam acara Standardisasi Dai Angkatan ke-43 Komisi Dakwah MUI di BSI Tower, Jakarta Selatan, Senin (29/9/2025), ia meminta pemerintah segera melakukan evaluasi besar-besaran.
Meski mengapresiasi MBG sebagai program prioritas Presiden Prabowo Subianto, Kiai Cholil menegaskan bahwa janji kampanye itu kini menghadapi ujian serius setelah munculnya kasus keracunan massal.
“Evaluasi kan artinya dikoreksi kembali. Mungkin pertama sistemnya diubah menjadi tak semuanya sistem dapur. Bisa supply bahan atau uang, intinya bagaimana anak-anak bisa makan yang bergizi,” kata Kiai Cholil.
Ia menolak anggapan bahwa MBG identik dengan dapur umum. Menurutnya, cara paling realistis adalah menyesuaikan metode penyaluran dengan kondisi daerah. “Hanya saja barangkali mempertimbangkan wilayah dan tempat, mungkin di daerah-daerah siap dengan dapurnya bisa disupport bahannya. Umpanya daerah yang sekolahnya, pesantrennya, bisa disupport bahannya. Ada satu tempat yang barangkali diberikan uangnya. Jadi MBG tetap ada, tetapi tidak semuanya berlaku secara nasional, sehingga penyerapannya menjadi susah,” tegasnya.
Sebagai pengasuh Pondok Pesantren Cendekia Amanah, Depok, ia menekankan pentingnya menjaga ekosistem ekonomi lokal. “Jadi kasus keracunan ini bisa menjadi evaluasi karena ribuan (kasus keracunan). Berarti ada sistem yang salah, bukan hanya keteledoran semata, tapi sudah ada sistem yang salah,” ungkapnya.
Lebih jauh, Kiai Cholil bahkan menduga lemahnya kapasitas manajemen di balik MBG. “Bisa saja berkenaan anggarannya. Anggarannya cukup atau tidak. Anggaran yang per sekian itu berapa rantai tangan di dalam pelaksanaan di dalam manajerial itu. Nah evaluasi,” tegasnya.
Meski keras mengkritik, ia menolak penghentian program. Bagi Kiai Cholil, MBG tetap penting sebagai realisasi janji presiden sekaligus motor penciptaan lapangan kerja. “Kalau umpamanya di daerah itu diserahkan masyarakat sekitar, gotong royong dengan orang-orang yang biasa jual di sekolah malah lebih bagus,” tuturnya.
Namun, ia mengingatkan agar pemerintah tidak menutup mata pada fakta lapangan yang memunculkan korban keracunan ribuan orang. “Ya berjalan, karena sudah jadi komitmen pemerintah. Evaluasi nyatanya sudah banyak keracunan. Ya pastilah (evaluasi agar tidak jadi makanan beracun gratis), itu kan kesalahan manajerial karena sudah ribuan korbannya,” tegasnya. (MUID)