JAKARTA (voa-islam.com) - Ustaz Bachtiar Nasir (UBN) mendesak pemerintah Indonesia untuk tetap berpegang teguh pada amanat konstitusi dengan menolak kehadiran delegasi Israel dalam Kejuaraan Dunia Senam Artistik FIG ke-53 yang akan digelar di Jakarta pada 19–25 Oktober 2025.
Ketua Umum Jalinan Alumni Timur Tengah Indonesia (JATTI) dan Ketua Pembina Global Peace Convoy Indonesia itu menilai, keikutsertaan Israel dalam ajang olahraga internasional di Tanah Air bertentangan dengan prinsip dasar politik luar negeri Indonesia yang menolak segala bentuk penjajahan.
“Dalam Pembukaan UUD 1945 ditegaskan bahwa penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Sikap Indonesia terhadap Israel adalah bentuk nyata dari amanat konstitusi itu,” kata UBN dalam pernyataannya di Jakarta, Rabu (8/10/2025).
Sebelumnya, Presiden Fédération Internationale de Gymnastique (FIG) Morinari Watanabe bersama Ketua Umum Federasi Gimnastik Indonesia Ita Yuliati meninjau kesiapan Indonesia menjadi tuan rumah kejuaraan dunia yang akan digelar di Indonesia Arena, Gelora Bung Karno. Dari jadwal resmi FIG, delegasi Israel tercatat akan tampil dalam kategori Men’s Qualification Subdivision 7 dan Women’s Qualification Subdivision 3.
UBN menegaskan, membiarkan atlet Israel bertanding di Jakarta dapat menodai konsistensi Indonesia dalam memperjuangkan kemerdekaan dan keadilan internasional.
“Olahraga memang menjunjung persahabatan, tetapi tidak ada persahabatan yang lahir dari ketidakadilan,” ujarnya.
UBN juga mengingatkan bahwa Presiden Soekarno telah memberi teladan dalam menjaga kehormatan bangsa. Pada 1958, Indonesia memilih mundur dari kualifikasi Piala Dunia agar tidak berhadapan dengan Israel, dan pada Asian Games 1962, menolak memberikan visa bagi atlet Israel meski berujung sanksi dari Komite Olimpiade Internasional (IOC).
“Soekarno tidak tunduk pada tekanan. Beliau justru mendirikan Games of the New Emerging Forces (GANEFO) sebagai simbol kemandirian dan solidaritas terhadap negara-negara berkembang,” kata UBN.
Selain berlandaskan konstitusi dan sejarah, UBN menilai penolakan terhadap Israel juga memiliki dasar hukum internasional yang kuat. Ia menegaskan, berbagai resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), termasuk Resolusi 194 (1948) dan Resolusi 242 (1967) telah mengecam pelanggaran Israel terhadap hak-hak rakyat Palestina.
“Tindakan Israel dalam memperluas wilayah pendudukan bahkan menjadi perhatian International Criminal Court (ICC) dan International Court of Justice (ICJ), karena bertentangan dengan Konvensi Jenewa 1949,” ujarnya.
UBN menyerukan agar pemerintah meninjau kembali izin keikutsertaan Israel dalam ajang olahraga tersebut. Ia menegaskan bahwa penolakan bukanlah bentuk intoleransi, melainkan sikap konstitusional yang mencerminkan komitmen moral bangsa terhadap kemerdekaan Palestina.
“Jika dulu Soekarno mampu berdiri tegak di tengah tekanan dunia, maka generasi hari ini pun harus berani mengambil posisi yang sama yakni teguh, berdaulat, dan setia pada nurani kemanusiaan,” tegas UBN.*