View Full Version
Senin, 03 Nov 2025

MUI Kukuhkan 4.000 Dai Berstandar Nasional, KH Cholil Nafis: Dakwah Tak Cukup dengan Ceramah!

JAKARTA (voa-islam.com) - Di tengah derasnya arus perubahan sosial dan digital, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menegaskan bahwa dai harus hadir sebagai penggerak umat — bukan hanya menuntun dalam iman, tetapi juga membangkitkan kemandirian ekonomi dan solidaritas sosial. Melalui Wisuda Akbar Standardisasi Dai 2025, MUI resmi mengukuhkan lebih dari 4.000 dai berstandar nasional, menandai babak baru profesionalisasi dakwah di Indonesia.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui Komisi Dakwah terus memperkuat peran dai dalam membangun masyarakat religius dan berperadaban. Hingga 2025, tercatat lebih dari 4.000 dai telah berstandar MUI — sebuah pencapaian yang menjadi tonggak penting program Standardisasi Dai, bentuk nyata himayatul ummah atau pelayanan terhadap umat.

Capaian itu disampaikan oleh Ketua MUI Pusat Bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH. Cholil Nafis, dalam Wisuda Akbar Standardisasi Dai 2025 dan Halaqah Dakwah di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Ahad (2/11/2025).

Acara ini turut dihadiri Ketua Dewan Pertimbangan (Wantim) MUI Kiai Ma’ruf Amin, serta pimpinan Bank Indonesia, BPKH, BWI, BSI, BSI Maslahat, dan pengurus MUI.

Dari 45 angkatan dai yang telah berstandar MUI, sebanyak 263 dai hadir mewakili ribuan dai lainnya yang telah lulus proses standardisasi.

“Alhamdulillah, hari ini kita melaksanakan pengukuhan dai berstandar MUI. Dari 45 angkatan, hanya 263 dai yang bisa kita himpun kali ini. Padahal, total dai berstandar MUI sudah mencapai lebih dari 4.000 orang,” ujar Kiai Cholil Nafis.

Dai Harus Jadi Penggerak Sosial dan Pemersatu Umat

Kiai Cholil menjelaskan, program standardisasi bukan sekadar pelatihan teknis, tapi pembentukan karakter dan kompetensi dai agar mampu berdakwah dengan wawasan kebangsaan dan sosial-keumatan yang luas.

“Kita berharap para dai menyebarkan kebaikan, mempersatukan umat, dan memberdayakan masyarakat. Mereka harus menjadi opinion leader yang mampu mengarusutamakan isu-isu positif dan mencerahkan publik,” ujarnya.

Menurutnya, dai masa kini tak cukup hanya pintar ceramah. Mereka harus memahami realitas sosial, ekonomi, dan budaya yang berkembang di tengah masyarakat.

“Kami ingin para dai memahami betul hubungan agama dan negara, menguasai metode dakwah yang kreatif, menyenangkan, dan solutif,” tambahnya.

Dari Standardisasi ke Sertifikasi Profesionalisasi

Program Standardisasi Dai telah berjalan beberapa tahun terakhir dan menjadi agenda strategis MUI dalam peningkatan kualitas pendakwah. Namun, ke depan, MUI ingin naik kelas dengan mengarah pada sertifikasi profesionalisasi dai.

“Program ini bisa saja berlanjut bila dianggap penting dalam Musyawarah Nasional MUI nanti. Arah pengembangannya adalah dari standardisasi menuju sertifikasi profesionalisasi, misalnya melalui BNSP,” jelasnya.

Kiai Cholil menegaskan, profesionalisasi bukan berarti menjadikan dakwah sebagai profesi formal, melainkan meningkatkan kompetensi dan kredibilitas dai di mata publik.

“Profesionalisasi itu soal mutu, bukan jabatan. Kita ingin dai yang berdakwah dengan ilmu, etika, dan tanggung jawab sosial,” tegasnya.

Fokus pada Ekonomi Islam dan Filantropi

Dalam kesempatan itu, Kiai Cholil juga menyoroti pentingnya peran dai dalam memperkuat keuangan sosial Islam, termasuk zakat, infak, sedekah, dan dana keagamaan lainnya.

“Arus pembiayaan dunia kini hanya dua, yaitu pajak dan nonpajak. Namun ada sektor ketiga yang tak terbatas, yaitu filantropi. Indonesia memiliki potensi besar karena masyarakatnya paling dermawan di dunia,” ungkapnya.

Menurutnya, jika potensi dana sosial Islam ini dioptimalkan, maka banyak persoalan sosial dan kemiskinan dapat diselesaikan.

“Ekonomi Islam bukan sekadar bisnis, tapi juga tentang semangat berbagi dan saling membantu. Itulah makna kesejahteraan yang hakiki,” ujarnya.

Membangun Dai yang Berkepribadian Sosial dan Iman Kuat

Lebih lanjut, Kiai Cholil menegaskan pentingnya membangun karakter dai yang berkepribadian sosial-budaya namun tetap berlandaskan keimanan.

“Orang Indonesia dikenal dermawan, gotong royong, dan peduli. Kita ingin nilai-nilai itu dimantapkan berbasis keimanan. Itulah tugas para dai yaitu menjaga iman, memuliakan budaya, dan menyejahterakan umat,” tuturnya.

Dengan lebih dari 4.000 dai berstandar MUI yang tersebar di seluruh Indonesia, MUI berharap gerakan dakwah nasional semakin terarah, mencerahkan, dan berkelanjutan — tidak hanya di atas mimbar, tetapi juga di tengah denyut kehidupan sosial masyarakat. (MUID)


latestnews

View Full Version