View Full Version
Kamis, 11 Dec 2025

Tajassus: Memata-matai Saudara dan Mencari Boroknya

Oleh: Badrul Tamam

Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas Rasulillah ﷺ  dan keluarganya.

Secara bahasa, kata tajassus berasal dari kata al-jass, yaitu jass al-khabar / جَسُّ الْخَبَرِ (mencari atau meraba berita), yang bermakna mencari, meneliti, atau menyelidiki suatu informasi.

Secara istilah, tajassus adalah mencari-cari aurat (aib) dan kekurangan orang lain, serta membongkar apa yang mereka tutupi.

Tajassus umumnya digunakan dalam konteks keburukan, dan dari kata inilah muncul istilah jāsūs (mata-mata).

Adapun tahassus biasanya digunakan dalam konteks kebaikan, sebagaimana firman Allah Ta‘ala tentang Nabi Ya‘qub ‘alaihissalam:

يَا بَنِيَّ اذْهَبُوا فَتَحَسَّسُوا مِنْ يُوسُفَ وَأَخِيهِ

Wahai anak-anakku, pergilah kalian, lalu carilah (tahassasū) berita tentang Yusuf dan saudaranya.” (QS. Yusuf: 87)

Namun, kedua istilah tersebut (tajassus dan tahassus) terkadang dapat digunakan dalam konteks keburukan, sebagaimana sabda Nabi ﷺ:

لَا تَجَسَّسُوا، وَلَا تَحَسَّسُوا

“Janganlah kalian saling memata-matai (lā tajassasū), dan jangan mencari-cari (aib) satu sama lain (wa lā tahassasū).” (Hadis sahih, diriwayatkan oleh Ahmad)

Larangan terhadap tajassus adalah larangan terhadap aktifitas meata-mati yang merupakan dosa, atau yang mengantarkan kepada perbuatan dosa. Dengan demikian, yang dilarang adalah memata-matai yang tidak membawa manfaat bagi kaum Muslimin dan tidak mencegah bahaya dari mereka.

Karena itu, larangan tersebut tidak mencakup:

•    memata-matai musuh (dalam konteks keamanan dan peperangan)
•    penyelidikan polisi terhadap pelaku kejahatan dan kriminal.

Allah Ta‘ala mencela perbuatan tajassus (memata-matai) dan melarangnya dan firman-Nya:

وَلَا تَجَسَّسُوا

“Dan janganlah kalian saling memata-matai.” (QS. Al-Hujurāt: 12)

Artinya: Janganlah kalian mengikuti aib-aib manusia, dan jangan mencari-cari kesalahannya. Biarkanlah mereka, dan perlakukanlah mereka sesuai apa yang tampak dari diri mereka.

Qatadah rahimahullah berkata:

هَلْ ‌تَدْرُونَ ‌مَا ‌التَّجَسُّسُ أَوِ التَّجْسِيسُ؟ هُوَ أَنْ تَتَّبِعَ، أَوْ تَبْتَغِيَ عَيْبَ أَخِيكَ؛ لِتَطَّلِعَ عَلَى سِرِّهِ

"Tahukah kalian apa itu tajassus atau tajsiis? Yaitu engkau mengikuti atau mencari-cari aib saudaramu untuk mengetahui rahasianya."(Tafsir ath-Thabari)

Demikian pula Nabi ﷺ mencela perbuatan memata-matai dan melarangnya dalam sabdanya:

يَا مَعْشَرَ مَنْ آمَنَ بِلِسَانِهِ وَلَمْ يَدْخُلِ الْإِيمَانُ قَلْبَهُ، لَا تَغْتَابُوا الْمُسْلِمِينَ، وَلَا تَتَّبِعُوا عَوْرَاتِهِمْ؛ فَإِنَّهُ مَنِ اتَّبَعَ عَوْرَاتِهِمْ يَتَّبِعِ اللَّهُ عَوْرَتَهُ، وَمَنْ يَتَّبِعِ اللَّهُ عَوْرَتَهُ يَفْضَحْهُ فِي بَيْتِهِ

Wahai sekumpulan orang yang beriman dengan lisannya, tetapi iman belum masuk ke dalam hatinya! Janganlah kalian menggunjing kaum Muslimin, dan jangan mencari-cari aib mereka. Karena siapa yang mencari-cari aib mereka, Allah akan mencari aibnya. Dan siapa yang Allah cari aibnya, niscaya Allah akan membongkarnya, sekalipun ia berada di dalam rumahnya sendiri.” (Hadis hasan sahih, diriwayatkan oleh Abu Dawud)

Termasuk dalam perbuatan tajassus adalah mendengarkan pembicaraan suatu kaum tanpa izin dan tanpa kerelaan mereka. Nabi ﷺ telah mengancam pelakunya dengan sabdanya:

مَنِ اسْتَمَعَ إِلَى حَدِيثِ قَوْمٍ وَهُمْ لَهُ كَارِهُونَ، أَوْ يَفِرُّونَ مِنْهُ؛ صُبَّ فِي أُذُنِهِ الْآنُكُ -الرصاص المذاب- يَوْمَ الْقِيَامَةِ

Barang siapa mendengarkan pembicaraan suatu kaum, padahal mereka tidak suka ia mendengarnya — atau mereka berusaha menjauh darinya — maka akan dituangkan ke dalam telinganya timah cair pada hari kiamat.” (Diriwayatkan oleh al-Bukhari)

Jauhi Tajassus!

Tajassus  atau memata-matai orang lain untuk mencari aib dan boroknya adalah  akhlak yang sangat tercela. Ia menyebabkan kerusakan kehidupan, membuka aurat (aib) manusia, mengikuti kesalahan-kesalahan mereka, menampakkan kekurangan dan kekeliruan, serta membongkar rahasia-rahasia; baik karena didorong oleh rasa ingin tahu semata, hobi mencari informasi, kedengkian dan keinginan membalas dendam, atau karena kerakusan terhadap harta dunia.

Kita hidup pada zaman yang mengherankan, di mana penyakit berbahaya ini menyebar seperti api yang membakar rerumputan kering. Hal itu terjadi karena cepatnya penyebaran berita dalam bentuk suara dan gambar, serta berkembangnya berbagai sarana komunikasi di antara manusia seperti media sosial.

Penutup

Karenanya, hendaknya kita menjauhi dan meninggalkan perbuatan buruk ini –mencari borok ornag lain- dan menyibukkan diri memperbaiki aib dirinya sendiri. Sebab barang siapa sibuk dengan aibnya sendiri sehingga tidak sempat mengurus aib orang lain, maka ia akan membuat tubuhnya tenang dan hatinya lapang. Wallahu a’lam. [PurWD/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version