View Full Version
Selasa, 24 Apr 2012

Waspadai, Bahaya Laten Gerakan Separatis RMS, Hari in Diperingati

Waspadai, Besok, Republik Maluku Selatan (RMS) yang diproklamirkan 25 April, akan berbuat ulah. Sejarah mencatat, ketika penyerahan kedaulatan tahun 1949, Belanda mendirikan Republik Maluku Selatan (RMS), negara boneka Belanda yang ditinggalkan sebagai bom waktu. Pihak Islam tegas menolak keras pembentukan RMS.

RMS yang memberontak pada 25 April 1950 dikalahkan dalam beberapa bulan saja oleh TNI, kemudian mereka bergerilya sampai dengan tahun 1963. Secara fisik, RMS telah hancur, tetapi ideologi separatis RMS tetap hidup diantara sebagian masyarakat Kristen.

Impian untuk mendirikan Maluku merdeka di bawah RMS terus dihidup-hidupkan. Bagi RMS, umat Islam adalah penghalang berdirinya RMS. Itulah sebabnya, RMS terus berupaya melemahkan pihak Islam dengan segala cara.

Sejarah mencatat, berdirinya RMS adalah bentuk pemberontakan sejumkah tokoh Kristen asal Maluku yang mengajukan keberatan terhadap deklarasi Piagam Jakarta sebagai dasar negara Indonesia. Meskipun, Piagam Jakarta ditandatangani oleh tokoh nasional dari berbagai kalangan agama, termasuk Alexander A. Maramis, seorang tokoh Kristen dari Sulawesi Utara bersama delapan tokoh nasional lainnya.

Alasannya, apabila “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemeluknya tetap digunakan sebagai sila dari Pancasila, maka Maluku mengancam akan keluar dari Republik Indonesia (RI). Menyikapi ancaman segelintir orang Maluku yang Kristen itu, maka dilakukan perubahan redaksi, sehingga bunyi sila itu menjadi: “Ketuhanan Yang Maha Esa.”

Keinginan untuk mewujudkan semangat “Oimumene” : Satu Tuhan, Satu Gereka, dan Satu Negara (Satu Dunia), RMS bernafsu hendak menjadikan Maluku sebagai zona Kristen yang merdeka dan berdaulat. Ini membuktikan, umat Kristen Maluku memiliki semangat separatis, dimana gereja melindungi gerakan-gerakan separatis tersebut.

Peran RMS

Gerakan RMS secara umum diproklamirkan secara terbuka oleh Dr. Chr Soumokil pada tanggal 25 April 1950 sebagai sebuah negara yang memisahkan diri dari RIS (Republik Indonesia Serikat). Adapun naskah proklamasi RMS ditandatangani oleh J.H Manuhuttu dan A. Wairisal. Sejak itulah bermunculanlah aksi-aksi gerakan separatis dengan lontaran yel-yel “Hidup RMS”, dan pembakaran bendera Merah Putih.

Pada tanggal 19 Desember 1998, digelar pertemua 8 organisasi masyarakat Maluku di Belanda di Barnoveld. Salahsatu putusan yang disepakati adalah: Pemerintah RMS dengan Portugis akan memberikan senjata kepada organisasi-organisasi di Maluku yang diharapkan  ikut serta dalam pengambil-alihan kekuasaan apabila pemerintah Indonesia jatuh.

Masih segar dalam ingatan, pada 13 Desember 1998, umat Kristen Desa Hatiwe Besar Kecamatan Teluk Ambon Baguala, Kotamadya Ambon, menyerang dusun Wailete dan melakukan pembantaian terhadap warga Muslim, menjarah barang-barang, membakar rumah dan masjid.

Penyerangan secara tiba-tiba itu dilaksanakan lewat tengah malam dengan menggunakan senjata api rakitan, parang, tombak dan panah. Serangan yang tidak berimbang itu, disertai dengan yel-yel “Bunuh Muslim”, “Usir BBM”, “Hidup RMS”, “Laskar Kristen pasti menang” dan lain-lain.

Rentetan penyerangan dilakukan pada 30 dan 31 Desember 1998 di dusun Air Bak, dan puncaknya pada tanggal 19 Januari 1999, ketika umat Islam sedang larut dalam suasana Idul Fitri. Tatkala umat Islam sedang melakukan kunjungan silaturahim, umat Kristen dari seluruh penjuru Kotamadya Ambon melakukan serangan mendadak, dengan membakar sarana perekonomian umat Islam, mulai dari pasar, kios-kios, dan sekolah dan fasilitas umum lainnya. Lagi-lagi yel-yel itu terdengar: “Hidup RMS, Hidup Israil, Yesus datang Muhammad lenyap, dan Maluku pasti merdeka.”

Bukti Keterlibatan RMS

Bukti keterlibatan gerakan separatis RMS ditandai dengan ditemukannya sejumlah senjata, bahan peledak dan amunisi serta sejumlah dokumen rahasia RMS (tepatnya pada 30 Januari 1999), diantaranya di Gereja Tua Hila, di Tanjung Batu Merah, di Waihaong.

Surat permintaan dukungan terhadap perjuangan RMS yang dibuat oleh misi Rakyat Maluku di Assen, Belanda, tanggal 23 November 1998 disampaikan kepada: Presiden Amerika Serikat Bill Clinton ketika itu, dan Kementerian Luar Negeri Belanda.

Bahkan Pangdam XVI/Pattimura, Brigjen Max Markus dalam pernyataan persnya di Ambon (6 September 1999) mengatakan, Kodam Pattimura sedang melakukan investigasi dan klarifikasi mengenai peranan RMS dalam kerusuhan di Ambon.

Sejarawan Indonesia, Prof. Ahmad Mansyur Suryanegara menilai, gerakan RMS yang dipimpin oleh Dr. Chr. Soumokil dan Ir. Manusama, didasarkan pada agama Kristen. Berdirinya RMS sabagi pelaksanaan reformasi Eropa-Satu wilayah-satu agama, lantara  didorong oleh rasa takut pada Islam (Islamophobia).

“Terjadinya prahara 19 Januari 1999, bertepatan pada Hari raya Idul Fitri 1 Syawal 1419 berkaitan dengan hari ulang tahun ke-49 RMS. Tidak dapat diragukan lagi, pelakunya adalah (bekas) RMS,” ujar Ahmad Masyur.

RMS bisa dipastikan memiliki dua sasaran penting, yakni: Untuk jangka pendek, hendak melenyapkan umat Islam dari Maluku, sedangkan jangka panjang, hendak mendirikan nehara Republik Maluku Sarani (RMS). Mayjen TNI Suedi Marabessy pernah mengatakan, kerusuhan Ambon dipicu oleh adanya elit politik di tingkat nasional maupun lokal. Desastian

 


latestnews

View Full Version