Densus 88 Bukan Menegakkan Hukum tapi Dendam atas Nama Hukum
Oleh: Harits Abu Ulya
Direktur The Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA)
VOA-ISLAM.COM - Dari sumber Polri Jum’at (04/1/2013) pukul 11.00 WITA telah dilakukan penindakan terhadap target bernama Hasan alias Kholil dan Asmar alias Abu Uswah di depan masjid Nurul Afita RS. Dr. Wahidin Sudirohusodo di dalam komplek Universitas Hassanudin Makassar, dengan hasil 2 target tewas, barang bukti didapat berupa 1 pucuk senpi pendek jenis FN dan 1 buah granat.
Kronologis kejadian tersebut, pukul 09.30 WITA anggota SW mengikuti Hasan alias Kholil dari yayasan. Pukul 09.52 WITA, Hasan masuk RS. Dr. Wahidin. Kemudian Hasan menuju masjid dan bertemu Asmar alias Abu Uswah. Pada pukul 11.00 wita dilakukan penindakan oleh tim SW.
...Dari penuturan saksi, tidak terjadi baku tembak tapi yang terjadi ada dua orang yang diberondong peluru hingga tewas kemudian segera diangkut ke dalam mobil
Dari pantauan sumber The Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA) yang merapat ke TKP 15 menit pasca kejadian, masih terlihat jejak genangan darah di teras masjid sebelah utara yang bersebelahan dengan jalan arah keluar RS dan sempat di foto sebelum di guyur air.
Dari penuturan saksi, tidak terjadi baku tembak tapi yang terjadi ada dua orang yang diberondong peluru hingga tewas kemudian segera diangkut ke dalam mobil dan pergi meninggalkan TKP.
Sebenarnya ada 3 orang yang ditarget tapi satu orang lolos. Eksekusi dilakukan tidak begitu gaduh. Bahkan di lingkungan yang ramai jelang shalat Jum’at dan di lingkungan RS, berondongan Densus itu banyak dikira orang hanya bunyi petasan.
Dari pola tindakan aparat Polri yang menewaskan 2 orang terduga ‘teroris’ ada hal-hal penting perlu disampaikan:
Pertama, aparat densus menampilkan metode kerja yang makin provokatif, erosi kepercayaan masyarakat makin tergerus khususnya umat Islam. Betapa Densus di hari Jum’at mengeksekusi orang hingga tewas tanpa perlawanan dan itu terjadi di teras masjid. Tindakan ini sangat menyinggung perasaan kaum muslimin.
Kedua, kenapa target harus selalu tewas? Seperti tidak ada cara lain untuk melumpuhkan target selain mengeksekusi mati target. Dari sini banyak orang menilai Densus, metode kerjanya provokatif dan unsur dendam lebih menodminasi dibanding upaya low enforcement yang humanis.
...Betapa Densus di hari Jum’at mengeksekusi orang hingga tewas tanpa perlawanan dan itu terjadi di teras masjid. Tindakan ini sangat menyinggung perasaan kaum muslimin
Ketiga, setelah kejadian, seperti biasa Mabes kemudian melakukan konferensi pers dan menjadi sumber tunggal mengenai informasi kejadian di lapangan , media pun menyerap informasi tanpa ada peembanding.
Faktanya bisa saja barang bukti yang ada adalah barang bukti yang direkayasa dan tidak mungkin juga 2 orang yang tewas itu bisa dikonfirmasi atas kepemilikan pistol dan 1 buah granat. Demikian juga tentang kebenaran apakah 2 orang yang tewas masih terkait jaringan Poso (Santoso Cs.) juga tidak pernah lagi bisa dibuktikan. Jadi klaim itu jelas sepihak dari aparat keamanan.
Keempat, yang pasti ini yang kesekian kalinya Densus melakukan extra judicial killing, hanya atas dugaan terkait jaringan Poso kemudian orang berhak mati. Atau apa karena dapat label ‘teroris’ kemudian setiap orang legal untuk dibunuh? Hal ini jelas berlebihan!
Sementara, jika posisi polisi sebagai simbol kehadiran negara dalam konteks keamanan yang menjadi hajat asasi masyarakat, lantas mengapa menjadi begitu arogannya dengan main cabut nyawa seseorang? Jika demikian, lalu apa yang bisa diharapkan dari keadilan?
...Hari ini masyarakat bisa melihat, kinerja Densus 88 seperti orang dendam dibandingkan menegakkan hukum
Kelima, jika ada aparat polisi tewas dalam tugas itu adalah resiko. Bukan berarti menjadi pembenar bagi Densus atau Brimob atau aparat keamanan lainnya untuk meninggalkan kaidah-kaidah penegakkan hukum.
Hari ini masyarakat bisa melihat, kinerja Densus 88 seperti orang dendam dibandingkan menegakkan hukum. Dan cara-cara seperti ini tidak akan pernah bisa mengikis tindakan teror, namun justru menjadikan polisi sebagai target/sasaran kebencian masyarakat atau kelompok tertentu. [Ahmed Widad]