Jakarta (voa-islam.com) Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) menyimpulkan ada indikasi pelanggaran HAM (Hak Asasi Manusia) berat yang dilakukan aparat kepolisian pada saat penanganan terduga teroris di Poso, Sulawesi Tenggara.
"Itu bentuk pelanggaran terhadap kemanusiaan dan melanggara norma-norma", kata anggota Komisioner Kepolisian Nasional, M. Nasser, kemarin di Jakarta. Dia menjelaskan, Komisi telah melakukan investigasi dan memeriksa Kepala Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror terkait dengn indikasi kekerasan tersebut.
Alhasil, disimpulkan pelaku kekerasan bukan anggota Densus, melainkan personel dari Brigade Mobil (Brimob). "Komisi mendesak pimpinan Polri agar menegakkan HAM dengan menegakkan hukum atas anggota Polri yang terlibat", tegasnya.
Video kekerasan polisi dalam menangani terduga teroris di Poso menyebar di media sosial YouTube. Video berdurasi 13 menit itu menggambarkan tindakan penganiayaan yang dilakukan oknum polisi berseragama Brimob dan lainnya yang mengenakan seragam mirip Densus.
Dalam tayangan tersebut, terlihat tiga warga dengan tangan terikat berbaring di tengah tanah lapang sambil bertalanjang dada. Seorang diantara mereka bernama Tugiran. Menit berikutnya, terlihat seorang warga dengan tangan terborgol berjalan menuju tanah lapang seorang diri, belakangan diketahui bernama Wiwin. Terdengar suara teriakan petugas agar membuka celana.
Sambil berjongkok, dia membuka celana. Gambar berikutnya, Wiwin sudah berdiri sambil berjalan, tapi tiba-tiba tersungkur. Dia terkena tembakan di dada tembus ke punggung. Dalam kondisi tertembak, dia dipaksa berjalan menuju ke tanah lapang. Meski Wiwin bersimbah darah, polisi tetap saja menginterogasinya dia tanpa berusaha menolongnya.
Komisioner Komisi Nasioinal HAM, Siane Indriani, menyatakan telah meminta Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) melindungi dua suaksi kunci kasus kekerasan yang dilakukan oknum di Poso. Kedua saksi kunci tersebut beranama Wiwin Kalahe dan Tugiran. "Permohonan itu sebagai langkah preventif", ujarnya kemarin.
Juru bicara LPSK, Maharani Siti Sophia, menyatakan pihaknya akan segera melakukan pengecekan aksi di lokasi. Selanjutnya permintaan perlindungan akan diputuskan pada rapat lembaga.
Juru bicara Kepolisian RI, Brigadir Jenderal Boy Rafli Amar, mengatakan, video kekerasan aparat kepolisian yang beredar di YouTube tersebut terjadi di tahun 2007. "Tayangannya sudah dipelajari satu persatu. Hasil sementara dari tim Bareskrim yang mempelajari tayangan itu memang menunjukkan ada tampilan yang kami duga seorang tersangka ditangkap pada Januari 2007 di Poso", ujarnya.
Boy membenarkan bahwa salah seorang tersangka bernama Wiwin. Saat ini Wiwin sedang menjalani hukuman di Lembaga Permasyarakatan Palu.
Dia membenarkan soal adanya tindak kekerasan terhadap Wiwin seperti terlihat di video. "Tapi itu bagian dari penegakkan hukum saat itu", ucapnya. Meski demikian, kepolisian akan tetap mengusut dugaan pelanggaran hukum polisi seperti terlihat dalam tayangan video tersebut.
Kekerasan yang terjadi di Poso memperlihatkan kepolisian tidak dapat menjadi pelindung rakyat. Justeru melakukan tindakan yang sangat eksessif (berlebihan) terhadap mereka yang diduga sebagai teroris. tmpo