View Full Version
Jum'at, 17 May 2013

Ansyad Mbai & SBY Galau: Soekarno & Hitler Pun Menulis Dalam Penjara

JAKARTA (voa-islam.com) – Mereka adalah orang-orang yang terenggut kebebasannya, tetapi mampu menghasilkan pemikiran-pemikiran yang tertuang dalam tulisan, naskah atau buku. Diantara tokoh itu, ada beberapa karyanya yang mendunia yang ditulis dari balik penjara.

Diantara mereka yang menulis dibalik penjara adalah: Sayyid Qutb, Soekarno, Mohammad Hatta, Sutan Sjahrir, Tan Malaka, Pramoedya Ananta Toer, Arswendo Atmowiloto, hingga Adolf Hitler.

Seperti diberitakan sebelumnya, Kepala BNPT, Ansyaad Mbai di depan peserta Dialog Ormas-ormas Islam di Sahid Hotel, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat, menyampaikan bahwa Presiden SBY terkejut ketika mengetahui Ustadz Abu Bakar Ba’asyir bisa menulis buku selama dipenjara.

Seperti diketahui, semenjak menjalani vonis zalim 15 tahun penjara, ustadz Abu Bakar Ba’asyir semakin produktif menulis sejumlah buku. Diantara buku yang ditulisnya adalah Tadzkiroh I dan II. Tadzkiroh pertama ditulis ustadz Abu Bakar Ba’asyir berisi peringatan dan nasehat yang ditujukan kepada Presiden RI, Wapres, Ketua MPR RI, Ketua DPR RI, Ketua MK, Ketua MA, Jaksa Agung, Menkopolhukam, MenkumHAM, Paglima TNI dan Kapolri.

Kenapa SBY harus terkejut ataupun panik – seperti dikatakan Ansyad Mbai. Banyak tokoh-tokoh nasional, bahkan dunia yang menelorkan buah pemikirannya dalam bentuk buku saat berada dibalik penjara. Sejak masa pemerintahan colonial Belanda, masa Revolusi Kemerdekaan, Rezim Orde Lama, maupun Rezim Orde Baru.

Sebuah buku menarik berjudul “Mereka yang Menulis dari Balik Penjara” (karya Budi Kurniawan), mengulas sejumlah tokoh yang menuangkan pemikirannya dalam sebuah tulisan. Berikut ulasan buku tersebut:

Seperti diketahui, penjara merupakan sebuah tempat seorang manusia yang terpisah dari dunia luar selama masa hukumannya. Penjara memang identik dengan keterasingan. Tidak mengherankan jika ada larangan bagi tahanan tertentu untuk menerima informasi dari luar penjara. Larangan semacam ini lazim dialami para tahanan politik.

Terkadang ada tahanan yang menyimpan dan membaca buku dalam penjara sekedar untuk membunuh waktu. Kegiatan lain yang sering dilakukan para tahanan adalah membuat coretan di dinding. Coretan-coretan itu berguna untuk menghitung berapa lama lagi mereka akan dibebaskan dari penjara.

Yang pasti, penjara adalah tempat yang membosankan bagi penghuninya karena tidak banyak hal yang bisa dilakukan. Seorang tahanan atau narapidana mungkin lebih banyak berdiam diri dan merenung. Namun, seorang yang banyak membaca sebelum dipenjara biasanya lebih banyak berpikir dalam keterasingan di dalam penjara.

Hasil renungan dan pikiran ini bagi orang-orang tertentu akan menjelma menjadi tulisan atau buku. Jadi, tidak mengherankan jika banyak tulisan atau buku yang lahir dari balik jeruji penjara. Bagi mereka, menulis bisa menjadi obat untuk mengatasi kebosanan dan keterasingan. Di tengah kesunyian dan keterasingan itulah yang mendukung untuk menuangkan isi kepala mereka ke dalam sebuah tulisan.

Sejarah mencatat, banyak karya besar dan berpengaruh yang lahir dari balik tembok penjara. Bagi sebagian tahanan, menulis bisa dijadikan pelampiasan untuk menumpahkan tekanan hidup di dalam penjara. Sebagai contoh, saat Wolter Monginsidi (tokoh Pahlawan Nasional) berada di dalam penjara tentara Belanda di Makassar, ia menulis puisi-puisi religious. Dia memang tidak menulisnya dibuku, tetapi di kertas bekas bungkus rokok atau roti.

Adolf Hitler (tokoh Nazi Jerman) juga menghasilkan karya besar di dalam penjara setelah mengalami kegagalan dalam melakukan kudeta. Selama 13 bulan di penjara, Hitler menulis buku yang berjudul Mein Kampf (Perjuanganku) volume pertama. Dalam waktu singkat, buku tersebut meledak di pasaran saat pertama kali terbit di tahun 1925. Dari bukunya, Hitler menjadi kaya dan terkenal.  

Hitler popular bukan hanya sebagai penulis buku best seller, tetapi juga menjadi tumpuan harapan bangsa Jerman yang ingin terbebas dari keterpurukan pada masa itu. Tulisan Hitler mampu ‘menyihir’ sebagian besar masyarakat Jerman untuk bangkit membangun kejayaan Jerman sebagai Third Reich (Kekaisaran ketiga). Dalam waktu singkat, tidak lebih dari 20 tahun setelah buku ditulis, genderang Perang Dunia II pun dimulai.

Berdirinya Indonesia juga diperjuangkan dari dalam penjara. Tengok Mohammad Hatta dan Soekarno. Di dalam penjara mereka menulis sebuah pledoi yang tidak hanya bertujuan membela diri mereka sendiri, tetapi juga Indonesia.

Adapula tokoh-tokoh pergerakan maupun revolusioner ketika itu seperti Tan Malaka, Sjahrir, maupun Wolter Mongonsidi yang menulis di dalam penjara dalam rangka melakukan perlawanan terhadap kaum imperialis.

Di masa Orde Baru, sastrawan Pramoedya Ananta Toer (tokoh berhaluan kiri) juga membuahkan sejumlah karya tulisan di dalam penjara. Ia menulis atas seizing Jenderal Soemitro. Meski jasadnya terkungkung dan terbelenggu dibalik jeruji penjara, namun pikiran dan jiwa mereka telah bebas mengembara seperti orang merdeka. Sejarah mencatat, penjara dan pembuangan justru telah banyak melahirkan pikiran-pikiran yang berharga dari orang-orang besar di Indonesia, bahkan dunia.

Sangat aneh, jika SBY merasa terkejut dan panik jika seorang Ustadz Abu Bakar Ba’asyir menuangkan gagasan pemikirannya dalam sebuah tulisan di balik jeruji penjara. Jadi, kenapa Ansyad Mbai dan SBY harus galau? Masalah buat kalian? [desastian)  


latestnews

View Full Version