View Full Version
Ahad, 07 Jul 2013

Ustadz Faruq, Imam Masjid yang Diculik Densus 88 Tak Jelas Rimbanya

Bagaimana Nasib Ustad Faruq alias Fatih?

(Imam Masjid Musabbihin Sudiang Makkasar Di Culik Densus88)

Oleh: Harits Abu Ulya

Pemerhati Kontra-Terorisme & Direktur CIIA

VOA-ISLAM.COM - Masih segar dalam ingatan masyarakat, melalui pemberitaan  berbagai media bahwa pada Hari Senin 3 Juni 2013 di halaman Mapolres Poso terjadi bom jibaku. Akhirnya pelaku diketahui bernama Zainul Arifin warga Blimbing Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan Jatim.

Pagi yang relatif sepi di kota Poso sekitar pukul 08.00 wita bom tersebut meledak, pelaku meninggal dunia, terkoyak hancur menyisakan beberapa bagian tubuh saja yang utuh.

Densus 88 bergerilya menghendus bahkan kemudian menangkap dan mengeksekusi beberapa orang yang diduga terlibat dan terkait. Di Makassar seorang imam masjid al Musabbihin di culik, di Poso (10 Juni) Ahmad Nudin di eksekusi Densus 88 dengan cara yang brutal.

Salah satu orang yang di tangkap (lebih tepat; culik) Densus 88 dengan tuduhan terkait peristiwa tanggal 3 Juni 2013 adalah Faruq alias Fatih. Sepekan paska peritiswa bom Mapolres Poso pada Sabtu malam, 8 Juni 2013 ia diculik selepas shalat Isya’ ketika jalan pulang menuju rumahnya karena ada keperluan.

Sampai saat ini nasib Faruq tidak jelas juntrungnya. Istri dan ibundanya juga dalam kondisi tidak “berdaya” tidak bisa berbuat banyak, karena informasi resmi dari pihak Densus 88 perihal penangkapan dan penahanan juga tidak kunjung tiba seperti yang harapkan.

Performance tidak professional yang ditampilkan Densus 88 kerap terjadi dalam kasus terorisme. Garis-garis batas dari hak dasar seorang warga negara dilanggar begitu saja tanpa ada pertanggungjawaban yang proporsional. 

 

Lebih dekat tentang Faruq

Dari elaborasi CIIA, sejarah kedatangan Faruq ke Masjid Al Musabbihiin PSR (Perumahan Permata Sudiang Raya blok H-2) sebulan sebelum masuk bulan Ramadhan tahun 2011. Saat itu masjid al Musabbihin membutuhkan tenaga Imam Rawatib, secara kebetulan Pak Halim (salah satu anggota pengurus masjid al Musabbihiin ) bertemu Faruq di masjid RRI Makassar. Kemudian Faruq diajak Pak Halim ke masjid al Musabbihin Kompleks Permata Sudiang Raya untuk melihat situasi dan kondisi, dan akhirnya Faruq cocok dan disepakati pengurus untuk menjadi imam rawatib.

Dan perkiraan sejak bulan ramadhan tahun 2011 Faruq yang masih bujang tinggal di masjid tepatnya Kamar Imam sebelah kanan mihrab. Ia menjadi imam solat rawatib, karena suaranya yang lembut dan rendah sempat anggota jamaah dan pengurus membari masukan kalau menjadi imam khususnya saat shalat Magrib, Isya dan subuh supaya suaranya dikeraskan sedikit supaya semangat jama’ah.

Jamaah sangat perhatian kepada Faruq, hingga menyarankan agar supaya Faruq cepat menikah agar tidak terpengaruh dan hidupnya bisa tenang, tidak lama kemudian faruk dipanggil pulang kampung, ternyata di kampungnya di Bima Faruq menikah  pada akhir tahun 2011. Setelah menikah di Bima, Faruq yang perawakan fisiknya relatif kecil dan kurus beserta istrinya kembali ke Sudiang, masjid al Musabbihiiin, jamaah juga banyak memberikan ucapan selamat kepada Faruq atas suksesnya pernikahaannya.

Ada salah satu jama’ah masjid namanya Drs. H. Badaruddin pensiunan PNS tinggal di kampung dan sesekali datang ke komplek Perumahan Sudiang, beliau mengatahui perihal Faruq akhirnya memberikan kemudahan kepada faruk untuk tinggal di rumahnya secara gratis. Akhirnya Faruq yang sosoknya pendiam dan lembut beserta istrinya menerima tawaran itu dan tinggallah di rumah tersebut. Jarak antara rumah yang ditinggali Faruq dengan masjid sekitar 50 meter tepatnya di Jalan Daeng Rama (komplek Permata Sudiang Raya Blok H2).

Yang diketahui warga aktifitas keseharian Faruq sebagai Imam masjid, dan tidak pernah pergi luar kota apalagi ke Poso. Karena jika ia pergi jauh pasti jamaah masjid akan mengetahui karena ia tidak hadir menjadi imam rawatib.

Sejak Faruq telah diangkat oleh pengurus masjid yang diketuai Drs. H. Kamaruddin, M. Pd. kegiatan sehari-hari Faruq tidak jauh dari urusan masjid. Kesehariannya usai solat subuh Faruq menyapu masjid, membunyikan suara mengaji melalui speker dan adzan bila tiba waktunya. Pengakuan jamaah dan masyarakat, Faruq adalah sosok yang sangat rajin melaksanakan tugasnya dan tidak ada hal yang aneh pada diri Faruq. Karena ia sering bersosialisasi dengan masyarakat, Faruq juga ikut kerja bakti, membersihkan lantai dua masjid.

Di samping itu, keseharian Faruq mengajar mengaji dalam bentuk privat anak warga setempat. Jadi tidak tepat (seperti pemberitaan media) kalau dia guru ngaji di TPA, karena untuk TPA di masjid al Musabbihin sudah ada yang tangani. Faruq tidak diangkat menjadi guru TPA- Al musabbihiin karena sudah ada pengelola dan guru mengajinya. Faruq hanya mengajar mengaji dalam bentuk privat setelah shalat magrib.

Di sisa waktunya Faruq kabarnya  juga menjadi tenaga pendidik khusus tahfidz di sekolah Islam terpadu al Insyirah Paccarakkang. Bahkan saat masjid Al Musabbihin direnovasi, Faruq juga ikut jadi kuli buruh bangunan. Ia terlihat ikut buruh di lantai dua masjid dengan niat ingin menambah penghasilan dalam rangka persiapan persalinan istrinya, agar biayanya nanti bisa dapat penghasilan tambahan.

Otomatis Faruq tidak pernah pergi jauh keluar kota hingga meninggalkan kewajiban hariannya sebagai imam rawatib, apalagi harus pergi jauh seperti ke Poso.

Kronologis penculikan Faruq alias Fatih

Pengurus masjid mengadakan peringatan Isra dan Mi’raj pada malam Ahad, 8 Juni 2013. Pada malam itu Faruq masih sempat memimpin shalat isya’ berjamaah di masjid, setelah shalat Isya turun hujan kemudian Faruq membersihkan masjid sebelah kanan teras yang basah, sebelum jamaah berdatangan di masjid untuk ikut peringatan Isra’ Mi’raj.

Setelah itu Faruq pulang kerumahnya untuk makan malam, ternyata tidak sampai ke rumahnya Faruq diciduk Densus 88. Atas peristiwa itu tidak ada seorang pun mengetahuinya.

Setelah selesai acara Isra’ Mi’raj, sekitar pukul 21.00 wita istrinya Faruq mencari suaminya kenapa Faruq belum pulang dari masjid. Beberapa warga seperti Pak Nasir membantu mencari Faruq, ternyata tidak menemukan dan ditelpon beberapa temannya juga tidak ada yang mengetahui tentang keberadaan Faruq.

Pak Nasir beserta warga mendapati songkok dan sandalnya Faruq di depan rumah Pak Azis yang juga berhadapan dengan masjid, serta motornya Faruq terkunci di samping masjid, tidak ada yang mengambilnya. Akhirnya Pak Nasir bersama warga lainnya ambil sikap menunggu sampai subuh, jika pada shalat subuh tidak ada datang juga Faruq maka baru mencarinya lagi.

Karena shalat subuh hari Ahad Faruq tidak nongol juga, maka jamaah beramai-ramai mendatangi rumah ketua takmir masjid untuk menyampaikan perihal hilangnya Faruq. Semua berspekulasi tentang hilangnya Faruq, sampai kemudian sekitar sekitar jam 09.00 wita warga menyaksikan tiba-tiba datang polisi dan Densus 88 di Permata Sudiang Raya menggerebek rumah Drs. H. Badaruddin yang ditempati Faruq dan menyisir masjid al Musabbihin. Dan berdatanganlah para wartawan, dalam penggerebekan Densus 88 menggeledah rumah yang ditempati Faruq mengambil Laptop dan Solder Faruq sebagai barang bukti.

Pengakuan Fitri (istri Faruq) Densus 88 mengambil juga dompet suaminya beserta uang, semua diambil oleh Densus 88. Menurut kesaksian banyak warga pada saat penggerebekan Densus 88 mengancam anak-anak karena anak-anak memotret para Densus lewat HP. Densus meminta HP dan menghapus hasil foto itu dan tidak ada warga yang boleh lewat sepanjang jalan.

Setelah penggerebekan, Densus 88 datang menemui Fitri memberikan uang Rp. 300.000, dan Fitri tidak mau menerimanya. Akhirnya uang tetap diletakkan Densus 88 di meja dan Fitri tidak mau mengambilnya dan hanya disimpan sebagai barang bukti. Setelah itu datang lagi Densus 88 memberikan uang Fitri Rp .500.000,- tapi Fitri tidak mau menerimanya akhirnya Densus 88 memberikan/titip sama ketua RT Blok H pak Junedi, SE dan pak junedi memberikan ke istri Faruq via Pak Nasir dan Fitri tidak mau menerimanya.

Pengurus masjid berinisiatif untuk beraudiensi dengan Kapolda Sulselbar, mereka mengirim surat. Tapi juga tidak ada respon yang baik dari pihak Kapolda.

Kenapa Faruq harus di culik?

Sejauh ini tidak ada penjelasan pasti dari pihak Densus 88 (Polri) maupun BNPT, kenapa Faruq ikut di tangkap (culik). Sejauh kajian yang kita lakukan, Faruq menjadi korban kesekian kalinya dari asumsi dan kata “terkait” dalam kasus terorisme. Hanya dengan bukti yang sangat premature sekalipun karena ada asumsi “terkait” maka seorang Faruq bisa diperlakukan seperti saat ini.

Faruq bisa jadi pernah komunikasi dengan orang Poso via HP tapi tidak otomatis bisa disimpulkan bahwa ia terkait dan terlibat. Atau isu bahwa Faruq adalah calon “pengantin” berikutnya yang disiapkan adalah gosip dan cenderung fitnah. Dari penulusuran CIIA, benar bahwa Faruq pernah ada komunikasi dengan orang dari Poso, seseorang yang asalnya satu kampung (Bima) dengan Faruq. Dan seseorang tersebut komunikasi dengan Faruq untuk meminta tolong agar diuruskan niat pernikahan (menjadi pengantin) dengan seorang muslimah yang berasal dari Bima juga. Artinya Faruq diminta menjadi perantara rencana pernikahan tersebut. Jadi bukan rencana “pengantin” untuk melakukan aksi pengeboman.

Jika seorang yang menjadi korban Densus 88 (Ahmad Nudin) yang di Poso (10 Juni 2013) juga dikaitkan dengan Faruq, maka itu juga atas dasar asumsi arogan. Hanya karena Faruq sama-sama berasal dari Bima dan ada hubungan pertemanan sesama orang Bima. Atau apakah hanya karena seorang Faruq ngaji bersama kawan-kawannya dengan mendengar dan melihat video dari orang-orang tertentu yang menjadi terpidana “terorisme” kemudian demikian mudah dituduh di duga bahwa Faruq cs adalah juga pelaku atau berpotensi menjadi teroris?

Jikapun nanti Faruq di hadapkan di pengadilan, sangat niscaya pengadilan tersebut layaknya drama. Masyarakat harus benar-benar sadar, bahwa dalam isu terorisme orang muslim (aktifis) rentan menjadi korban hanya karena di tuduh terkait atau terduga. Tangkap dulu dan pembuktian urusan berikutnya. Inilah “prestasi” Densus 88 dan BNPT yang menjadikan kekerasan demi kekerasan tiada ujungnya.

Sampai kini Faruq tidak jelas rimbanya. Ditengah gegap gempita peristiwa-peristiwa politik lokal dan global, masihkah ada muslim yang peduli dengan nasib seorang imam masjid al Musabbihin Sudiang Makassar yang bernama Faruq alias Fatih yang bernama asli Burhanudin ini? Kezaliman demi kedaliman atas nama perang melawan terorisme telah melahirkan keprihatinan yang mendalam bagi mereka yang masih punya rasa ukhuwah Islamiyah. [CIIA/6 Juli 2013]


latestnews

View Full Version