View Full Version
Jum'at, 27 Sep 2013

Misteri Kematian Mun'im Idris terkait buku 'Indonesia X-Files' ?

JAKARTA (voa-islam) Mun'im Idris, ahli forensik Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (66), meninggal dunia pukul 02.32 WIB, Jumat, 27 September 2013. Mun'im dirawat di RSCM Jakarta sejak 7 September 2013. Setelah diperiksa melalui ultrasonografi, kata Elita, dokter menemukan batu empedu di tubuh Mun'im.

Seusai pemeriksaan lanjutan pada Kamis, 12 September 2013, dokter kemudian menyatakan adanya kanker pankreas di tubuh Mun'im. Karena itulah, Mun'im menjalani operasi kanker pankreas pada Selasa, 24 September lalu selama 6,5 jam.

Sejumlah media mengkaitkan kematian Dr. Mun'im Idris dengan buku yang baru saja ia terbitkan 'Indonesia X-Files'. Buku 'Indonesia X-Files' yang mengungkap sejumlah kasus yang pernah dibongkarnya melalui keahlian forensik. Buku itu mengungkap Fakta Kematian Bung Karno Sampai Munir.


Sejumlah kasus  sudah dibongkar melalui keahlian forensiknya. Mun'im juga menulis buku berjudul X-Files: Mengungkap Fakta Kematian Bung Karno Sampai Munir. Berdasarkan blog pribadinya di http://abdulmunimidries.blogspot.com/, kasus yang pernah ditangani Mun'im adalah: 
Kasus Ditje Budimulyono
- Kasus Petrus
- Kasus Pedofil dengan tersangka Robot Gedhek
- Kasus perkosaan massal 13-14 Mei dan Kasus Ita
- Kasus Christine (kasus penyimpangan seksual dan digandeng dengan kasus Ita
- Kasus Trisakti
Kasus Semanggi
- Kasus Mutilasi
- Kampanye 1998, Mampang
- Kasus Aborsi massal
- Kasus Marsinah
- Kasus Okki - Gina
- Kerusuhan di Pelabuhan Ratu
- Kerusuhan di Pontianak
- Kerusuhan di Sumbawa
- Kasus Tommy Suharto
- Kasus STPDN Sumedang
- Kasus Fathurahman Al Ghozi Solo



Tentang Buku 'Indonesia X-Files'

Mun'im Idris dalam bukunya yang berjudul 'Indonesia X-Files, mengungkap Fakta dari Kematian Bung Karno sampai Kematian Munir'. Peluncuran buku itu dilakukan di Perpustakaan UI, Depok, Kamis (27/6).

Soal kematian Bung Karno, misalnya, Mun'im menduga kuat masa pengasingan menjadi penyebab turunnya terus kesehatan sang proklamator. "Kondisi kesehatan yang jelek dan tidak mendapat perawatan yang seharusnya, tidak adanya atensi, serta pudarnya eksistensi merupakan penjelasan yang rasional, dengan kata lain, perlakuan Orde Baru terhadap Bung Karno sedikit banyak mempunyai andil atas kematian penggali Pancasila tersebut," ujarnya.

Selain itu, kematian Sukarno adalah pembiaran negara terhadapnya. Seorang Sukarno yang sangat aktif tiba-tiba dikerangkeng di paviliun Istana Bogor. Kemudian dipindahkan ke Wisma Yaso (sekarang Museum Satria Mandala) atas persetujuan presiden waktu itu, Soeharto. 

"Pembunuh mematikan bukan hanya racun, tetapi pembiaran juga bisa sangat mematikan untuk manusia seaktif Bung Karno, Bung Karno memang sakit-sakitan waktu itu. Tetapi itu hanya penyebab kecil. Penyebab utamanya karena dia diisolir dari bangsanya sendiri," ia menjelaskan. 

Meski demikian bagi peminat hal2 yang berhubungan dengan dunia kriminal, buku ini memberikan pemahaman mengenai berbagai jenis peluru termasuk arah putaran-nya, perbedaan peluru keluar dan masuk, memperkirakan jarak senjata dengan korban, kaliber, dibunuh lalu diledakkan atau malah terbunuh karena ledakan, dan lain2. 
Baginya peristiwa penembakan Direktur PT Rajawali Putra Banjaran, Nasrudin Zulkarnain, pada 14 Maret 2009, lebih menjadi pembuktian bahwa ilmu kedokteran forensik bisa menaklukkan rekayasa yang dilakukan manusia.


Setelah melakukan serangkaian penelitian, Mun'im pun membuat kesimpulan yang mengejutkan dalam berkas visum et repertum yang ditekennya pada 30 Maret 2009. "...peluru pertama masuk dari arah belakang sisi kepala sebelah kiri dan peluru yang kedua masuk dari arah depan sisi kepala sebelah kiri, diameter kedua anak peluru tersebut 9 milimeter dengan ulir ke kanan, hal tersebut sesuai dengan peluru yang ditembakkan dari senjata api kaliber 0,38 tipe S&W."

Seperti dalam kasus pembunuhan Nasrudin, Mun'im dengan gamblang melontarkan dugaan adanya rekayasa. Dia menyatakan menerima jasad Nasrudin tidak dalam keadaan aslinya. Jenazah itu tidak berbaju dan lubang peluru di kepalanya sudah dijahit. Padahal, bagi dokter forensik, kondisi jenazah tersebut harus persis sama dan lengkap seperti saat dia meninggal.

Ia menerima jasad Nasrudin tidak dalam keadaan aslinya. Jenazah itu tidak berbaju dan lubang peluru di kepalanya sudah dijahit. Padahal, bagi dokter forensik, kondisi jenazah tersebut harus persis sama dan lengkap seperti saat dia meninggal.

Kasus lain yang cukup menarik dituliskan oleh Mun’im adalah kematian aktivis hak asasi manusia Munir Said Thalib. Sebagai pakar forensik, dia tidak percaya begitu saja dengan satu kesimpulan yang menyatakan Munir dibunuh di atas pesawat. Bersama dua koleganya, salah satunya adalah pakar toksikologi (ilmu tentang racun) dari Universitas Udayana, Mun’im menemukan dugaan baru bahwa Munir dibunuh di kafe Coffee Bean di Bandara Changi Singapura.

Dalam kasus Munir yang tewas dibunuh 7 September 2004, Mun'im mengungkapkan bagaimana peran ilmu forensik. "Semula semua orang terpaku, yakin pembunuhan dilakukan di atas pesawat Garuda. Akibatnya, tersangka pelaku pembunuhan Munir, Pollycarpus Budihari Priyanto, divonis bebas oleh Mahkamah Agung pada Oktober 2006," Jumat, 28 Juni 2013. 

Dalam kerangka kasus Munir ketika itu, diyakini bahwa Munir diracun di atas pesawat Garuda, dari Jakarta ke Den Haag, Belanda. Polisi dan jaksa yakin racun arsenik dimasukkan ke dalam mi goreng yang disajikan untuk Munir. Belakangan, hakim di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta malah meyakini racun dimasukkan dalam jus jeruk. Masalahnya, tak ada fakta yang bisa mengaitkan tersangka utama kasus ini, Pollycarpus, dengan insiden di atas pesawat. 

Mun'im dan tim pencari fakta akhirnya menelusuri perjalanan Munir ke Singapura untuk mengetahui di mana racun pembunuh Munir tersebut diberikan. Setelah dilakukan tes, diketahui bahwa racun arsenik baru bereaksi sekitar 30 menit setelah diberikan. Sementara perjalanan dari Jakarta ke Singapura selama 90 menit. Berbekal fakta itu, Mun'im merasa ada yang tidak beres. Akhirnya, berdasarkan sejumlah fakta, diambillah kesimpulan bahwa Munir tidak dibunuh di atas pesawat, melainkan pada saat Pollycarpus mengajaknya minum di Coffee Bean yang ada di Bandar Udara Changi, Singapura. 


Menurut Mun'im, hanya di tempat itulah kemungkinan peracunan Munir bisa terjadi. Setelah minum di Coffee Bean, Munir mengeluh sakit perut dan meminta obat maag. Di atas pesawat, Munir sempat muntah dan kejang-kejang sebelum dinyatakan meninggal. 


Berkat temuan baru tim Mun'im, Mabes Polri dan Kejaksaan Agung bisa mengajukan peninjauan kembali atas vonis MA yang membebaskan Pollycarpus. Pada 2007, dengan bukti itu, Polly divonis 20 tahun penjara.

Dr. Mun'im, ia yang biasa membongkar misteri, kini ia pun meninggal dalam misteri, mungkinkan terkait buku "Indonesia X-Files" ? atau kematiannya terkait perlakuan Orde Baru terhadap Bung Karno dan misteri lainnya? wallahu 'alam (ikhlas/dbs/voa-islam)


latestnews

View Full Version