Siapa yang tidak kenal reputasi luar biasa bagus yang sebelumnya melekat pada pribadi tokoh – tokoh unggulan dan teladan di kampusnya, di kancah nasional dan di panggung dunia internasional seperti : Prof. Dr. Rudi Rubiandini, Prof Dr. Rokhim Dahuri, Prof. Dr. Nazaruddim Sjamsudin dan seterusnya sebelum mereka tersungkur terjerembab menjadi tersangka, terdakwa dan akhirnya terpidana korupsi ?
Siapa yang tidak menyesalkan jeratan kasus pidana korupsi terhadap diri mereka ? Kasus korupsi yang menyesakan dada dan disesalkan seluruh rakyat Indonesia ? Apakah semua itu harus terjadi ? Apakah semua itu terjadi begitu saja ? Apakah karakter mereka mendadak berubah setelah beralih profesi dari ilmuan akademisi menjadi koruptor atau memang ada skenario konspirasi dari pihak tertentu yang sengaja merancang jebakan untuk menjerat dan mengkriminalisasi para tokoh teladan moral dan integritas bangsa itu ?
Mari kita bahas ungkap semuanya agar tidak menjadi preseden berkepanjangan di kemudian hari. Agar kasus mereka dapat menjadi pelajaran dan tidak terulang kembali terutama terhadap tokoh – tokoh akademisi kampus berintegritas tinggi yang saat ini menjadi teladan dan suatu saat nanti ditunjuk menjadi pejabat tinggi negara memimpin sebuah instansi atau institusi negara yang besar dan strategis.
Rokhim Dahuri sosok akademisi cemerlang dari Institut Pertanian Bogor (IPB) terjatuh hanya karena beliau mengumpulkan sumbangan dari pihak rekanan Kementerian Kelautan dan Perikanan yang mana uang sumbangan tersebut bersifat sukarela, tercatat secara rapi sebagai ganti dari kebijakan beliau menghapuskan dan melarang suap di lingkungan Kementeriam KP. Beliau terbukti tidak menggunakan uang sumbangan rekanan tersebut untuk kepentingan memperkaya diri, keluarga atau kroni – kroninya. Uang tersebut lebih banyak digunakan untuk sumbangan kegiatan sosial atau kegiatan tokoh – tokoh tertentu diantaranya Amien Rais yang kemudian terungkap ke publik dan menjadi salah satu penyebab Rokhim dijadikan tersangka korupsi, lalu divonis bersalah. Beliau jadi narapidana korupsi dan dipenjarakan. Sungguh mengenaskan !
Nazaruddin Sjamsuddin, siapa yang meragukan jasa luar biasa beliau ketika sukses mengemban amanah selaku Ketua Komisi Pemiliha Umum (KPU) RI yang menyelenggarakan pemilihan umum dan pemilihan presiden tahun 2004, yang untuk pertama kalinya dilaksanakan secara langsung dan sangat demokratis di Indonesia. Ditengah – tengah hampir semua pihak sebelumnya meragukan keberhasilan beliau mensuksekan pemilu /pilpres. Beliau adalah figur unggulan dari Universitas Indonesia (UI), baik keilmuan, moral, integritas dan kredibilitas Nazaruddin Sjamsuddin yang terkenal sampai ke seluruh dunia, namun akhirnya terpelanting, dituduh menerima suap dan merugikan negara (padahal tidak benar) serta divonis bersalah. Sungguh sangat mengenaskan !
Rudi Rubiandini dosen teladan dan terpintar dari Institut Teknologi Bandung (ITB) terperangkap konspirasi mafia migas Indonesia yang bekerjasama dengan oknum – oknum KPK yang kemudian menjadikannya sebagai tersangka kasus suap ratusan ribu US$ yang sampai sekarang belum jelas motifnya. Namun, bagaimana pun juga, beliau kini menjadi pesakitan KPK. Tanpa rakyat banhak mengetahui apa yang sesungguhnya terjadi. Sungguh amat sangat mengenaskan !
Pelajaran apa dapat kita petik dari musibah menimpa tokoh – tokoh tersebut di atas ? Kenapa nasib mereka bisa berubah drastis dari seorang pahlawan dan teladan menjadi orang yang terpinggirkan ? Kenapa mereka tidak mampu, tidak kuasa, tidak berhasil menghadapi jebakan dan perangkap para mafia dan oknum – oknum aparat hukum antek kaki tangan para mafia ? Satu hal kita, seluruh rakyat Indonesia, harus mencamkan bahwa mereka tersebut di atas, para tokoh unggulan dan teladan itu sesungguhnya tidaklah berubah dari karakter asli mereka yang berintegritas dan bermoral tinggi.
Mereka menjadi korban keadaan. Mereka dikondisikan untuk menjadi penjahat dan koruptor. Mereka adalah para teladan yang jadi tumbal permainan elit kekuasaan …miris.
Kepada seluruh tokoh terutama di lingkungan akademis, berhati – hatilah jika anda semua mendapatkan amanah ditunjuk menjadi pejabat tinggi negara di birokarasi pemerintahan atau negara. Dunia kekuasaan itu berbeda dengan dunia kampus. Banyak penjahat, mafia, bajingan penguasa yang tampil di depan dengan wajah malaikat berkedok demi rakyat padahal mereka adalah Iblis Durjana. Mereka tidak sungkan – sungkan mengancurkan anda semua jika tidak bersedia memenuhi keinginan mereka atau mereka menganggap anda semua telah merugikan kepentingannya dengan kehadiran anda sebagai pejabat negara. Bahkan, jika anda masih ingat bagaimana misteriusnya kematian wakil menteri ESDM Widjajono Partowidagdo yang sebelum kematiannya sempat mengungkapkan perilaku dan praktek mafia minyak, gas dan tambang di Indonesia. Suatu hal yang ditabukan untuk disampaikan ke publik secara terbuka. Jika jebakan dan kriminalisasi tidak mempan, bisa jadi kematianlah yang menjadi solusi bagi para ilmuan akademisi yang beralih profesi menjadi pejabat tinggi negeri.
Ketika anda masuk ke lingkungan dunia kekuasaaan melalui penunjukan atau pengangkatan anda sebagai pejabat negara, sesungguhnya anda sudah berada dalam ancaman cengkraman mereka.
Anda seperti perawan di sarang penyamun.
Waspadalah …waspadalah …seperti nasihat Bang Napi. [radennuh/yudisamara/voa-islam.com]