View Full Version
Senin, 27 Jan 2014

Fuad Bawazir: Akan Terjadi Ledakan Dahsyat Akibat Kesenjangan Ekonomi

JAKARTA (voa-islam.com) Perdana Menteri Thailand, Yingluck Shinawatra, 46 tahun, terpilih sebagai perdana menteri dalam pemiliu 2011. Yingluck merupakan adik dari mantan perdana menteri Thaksin Shinatwatra, dan keduanya keturunan Cina.

Thaksin dan Yingluck dengan kekuatan bisnisnya di berbagai bidang usaha, dan keduanya termasuk orang “kaya” di Thailand berhasil menggenggam kekuasaan, sesudah basis ekonomi keduanya mapan di negara gajah putih itu.

Namun, Thaksin digulingkan oleh kekuatan massa, karena melihat Thaksin ingin memonopoli negara, terutama dibidang ekonomi. Dengan gerakan massa oposisi, dan tuduhan korupsi terhadap Thaksin itu, akhirnya Thaksin yang masih keturunan Cina itu, tersingkir.

Hebatnya, ketika Taksin tersingkir dari jabatan kekuasaan itu, justru yang menggantikan dan memenangkan pemilu adalah adiknya, yaitu Yingluck, melalui pemilu tahun 2011. Dengan kekuasaan yang dimiliki Yingluck iu, dia berusaha membebaskan segala tuduhan kejahatan korupsi kakaknya, Thaksin Shinatwatra.

Inilah yang kemudian membuat masygul, kalangan oposisi yang menggelar aksi besar-besar, menuntut pengunduran diri Yingluck dari jabatannya sebagai perdana menteri. Kaum oposisi Thailand ingin mengakhiri dinasti “Thaksin” dari kehidupan kekuasaan di Thailand. Tetapi, itu tidak mudah, karena kalangan keturunan Cina di Thailand sudah menguasai jaringan ekonomi di negeri Gajah Putih itu.

Tanggal 2 Desember yang lalu, pemimpin opoisi Thailand,  Suthep memberikan ultimatum dua hari kepada Yingluck meletakkan jabatan. Yingluck menolak mentah-mentah, dan  mengimbau kepada para pengunjuk menghentikan aksi unjuk  rasa mereka. “Para pengunjuk rasa menuntut agar pengaruh jaringan Thaksin pada pemerintah saat ini diakhiri”,  kata Thayer, ahli politik dari Chulalongkom University, menambahkan,  "Mereka tahu bahwa pemilu apa pun hanya akan membuat 'kaos merah' kembali berkuasa”, maksudnya Yingluck.

Di Philipina, Qorry Aquino yang menjadi presiden Philipina, tak lain keturunan Cina. Qorry turun, sekarang digantikan oleh anaknya, yaitu Benigno Aquino sebagai presiden Philipina. Semua kalangan Cina perantauan di luar Cina daratan, di berbagai daratan Asia, mereka telah memasuki tahapan ketiga, sesudah sukses dibidang ekonomi mereka, sekarang masuk ke dunia politik. Ini   bagian dari proses melanggengkan kekuasaan ekonomi mereka.

Di Malaysia, Cina di Malaysia jumlahnya sudah 35 persen. Mereka sudah sangat mapan, dan menguasai ekonomi Malaysia. Mereka mendirikan partai sendiri, sebagai partai oposisi. Mereka masuk ke dalam kelompok oposisi yang dimotori Anwar Ibrahim, tetapi mereka juga masih tetap bertahan di UMNO. Mereka sudah mayoritas  seperti di Penang. Hampir 70 persen jumlah orang Cina di Penang.

Sementara itu, di Singapura yang dahulunya merupakan bagian dari Malaysia, sekarang sudah menjadi negara sendiri. Di mana 90 persen penduduknya Cina. Singapura di bawah Lee Kuan Yew, memimpin kelompok diaspora “Cina Perantauan” (Chinese Oversease), dan memiliki pengaruh yang sangat kuat.

Menurut mantan Dirjen Pajak, dan Menteri Keuangan di era Soeharto, Fuad Bawazir, mengatakan,  hampir semua kelompok “Cina Perantauan” di mana pun mereka berada, mengikuti agama mayoritas penduduk setempat. Seperti di Thailand, mereka menjadi penganut Budha. Tidak memilih agama lain. Di Philipina, kalangan Cina menjadi penganut Katholik.

Di Singapura dan Malaysia, termasuk di Indonesia mereka mengalami anomali (penyimpangan), dan menganut agama Kristen atau Katolik. Di Indonesia, dengan sikap mereka yang “anomali” itu, maka mereka menjadi sulit membaur dengan kaum pribumi, dan mereka menjadi “double minoritas” (minoritas ganda).

Di Indonesia mereka memasuki phase ketiga, sesudah kemerdekaan di era Soekarno, mereka hanya mempertahankan eksistensi mereka, masuk era Soeharto, mulai masuk ke dunia bisnis dengan membangun hubungan dengan Soeharto dan sejumlah jendral, dan mereka mendapatkan kemudahan di bidang usaha, sampai akhirnya mereka menguasai 80 persen ekonomi Indonesia.   

Sekarang mereka masuk ke dunia politik, seperti Ahok, Hary Tanoe, dan Rusdi Kirana (bos Lion Air), yang mengambil alih PKB, dan langsung mendapatkan jabatan sebaai wakil ketua umum. Ini sungguh sangat luar biasa, cara-cara mereka golongan Cina ingin mendapatkan kekuasaan melalui partai-partai yang ada.

Namun, menurut Fuad Bawazir, penguasaan ekonomi oleh orang-orang Cina telah menimbulkan kesenjangan yang sangat luar biasa. Hampir seluruh sektor ekonomi dan bisnis sekarang dikuasai oleh orang Cina. “Masuknya orang-orang Cina ke dunia politik akan sangat mudah meningkatkan tensi (suhu) politik di Indonesia”, tegas Fuad.

Sejak “Reformasi” gini rating, yaitu angka kaya-miskin mengalami perubahan yang sangat penting. Di masa Orde Baru, angka indek rating “gini” itu hanya 32 persen. Sekarang ini, indek  rating gini, sudah mencapai 42 persen, dan ini sudah merupakan lampu kuning, tegas Fuad. Jika angka indek gini sudah mencapai 45 persen, maka sudah lampu merah, tambah Fuad.

Jika sudah mencapai lampu merah, maka yang akan terjadi ledakan yang sangat dahsyat, yaitu konflik sosial, akibat kesenjangan antara kaya-miskin. Inilah harga yang harus dibayar oleh pemerintah, dan kemungkinan peristiwa tahun l997-l998, akan kembali meledak.

Menurut Fuad, bahwa dengan jurang antara “the haves” (kaya) dengan “the poors” (miskin), tak terjembatani, dan orang-orang Cina terus melakukan penguasaan sumber-sumber ekonomi rakyat, dan masuk ke ranah politik, maka ini saatnya nanti akan terjadi ledakan politik, dan tidak akan terhindarkan lagi.

Fuad Bawazir, juga menolak dengan keras, justru di era reformasi sekarang ini, kalau keadilan dan distribusi ekonomi merata, justru sekarang ini ekonomi terpusat di tangan beberapa gelintir orang, dan umumnya keturunan Cina, dan nantinya kaum pribumi menjadi budak orang Cina.*Afg.       


latestnews

View Full Version